ABC NEWS – Pemanggilan mantan Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (10/20) dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT PGN Tbk dan PT Isargas/Inti Alasindo Energi (IAE) pada 2017—2021 dinilai sangat tidak relevan dan tidak substantial.
Pendapat tersebut dilontarkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman kepada redaksi ABCNEWS.co.id di Jakarta, malam ini.
Kata Yusri, “Buat apa KPK memanggil Ibu Rini? Kecuali ditemukan bukti ada memo perintah dari Ibu Rini terkait terjadinya tindak pidana tersebut.”
Yusri melanjutkan, “Seharusnya yang dipanggil adalah komisaris PGN serta Deputi Kementerian BUMN yang menjabat saat periode kasus tersebut berlangsung.”
Dia juga bilang, “Bahkan, sejumlah mantan dirut PGN pun semestinya turut dipanggil dan diperiksa oleh KPK.”
Penjelasan Yusri, secara struktural, jenjang pemanggilan Rini Soemarno yang kala itu duduk sebagai menteri BUMN terlalu jauh.
Yusri pun komentar, “Kasus tersebut mengendap terlalu lama di KPK, padahal hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga sudah lama dipublikasikan.”
Seperti diketahui, Rini Soemarno memenuhi panggilan KPK sebagai saksi dalam kasus jual beli gas antara PGN Tbk dan Isargas. Rini diperiksa hampir kurang lebih lima jam oleh penyidik KPK.
Yusri menambahkan, hanya untuk kasus jual beli gas saja KPK sudah sangat terkesan lambat menanganinya, bagaimana dengan kasus lainnya yang terjadi di PGN.
Yusri mencontohkan sejumlah temuan BPK yang menemukan banyak kejanggalan dalam proyek-proyek PGN.
Misalnya, lanjut Yusri, dugaan nilai akuisisi tiga lapangan kerja migas yang terlalu mahal.
Kemudian, mangkraknya terminal gas alam cair Teluk Lamong, Surabaya, serta kerugian fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung atau floating storage regasification (FSRU) Lampung.
“BPK telah menyerahkan laporan tersebut kepada KPK kalau tidak salah pada medio pertengahan 2023,” ujar Yusri.
Menyitir laporan BPK, Yusri kembali mengingatkan proses akusisi yang dilakukan anak usaha PGN yang bergerak di bidang hulu migas, yaitu PT Saka Energi Indonesia (SEI) tidak sesuai proses bisnis komersial Saka.
“Berdasarkan hitungan BPK, nilai akusisi tersebut lebih tinggi alias kemahalan hingga USD 56,6 juta atau sekitar Rp 852 miliar,” ungkap Yusri.
Adapun tiga wilayah kerja (WK) yang dimaksud meliputi Ketapang dan Pangkah di lepas pantai Jawa timur dan Fasken di Texas, Amerika Serikat.
Penegasan Yusri, “Bukannya untung, Saka Energi dan PGN justru ditengarai merugi hingga USD 347 juta atau Rp 5,2 triliun gara-gara pembelian lapangan migas itu.
Yusri kembali menerangkan, laporan BPK juga menulis bahwa berdasarkan hasil wawancara dengan LAPI ITB atas Laporan Assesment Pengelolaan Investasi di PT SEI pada 2022 disebutkan bahwa nilai purchase price atas WK Ketapang kemahalan.
Sekedar info, dalam penilaian atas aset Blok Ketapang, dihasilkan net present value atau NPV senilai USD 10 juta, atau jauh di bawah harga beli USD 71 juta.
(Red)