ABC NEWS – Polri dinilai membutuhkan reformasi total, tidak hanya sekedar reposisi, terutama yang berkaitan dengan kasus hukum yang melibatkan oknum polisi termasuk tindakan kekerasan terhadap jurnalis.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Nany Afrida ketika menjadi narasumber di acara rilis hasil survei Civil Society for Police Watch bertajuk Urgensi Reformasi Polri dalam Desain Politik Hukum Indonesia di Jakarta, Minggu (16/2).
Penegasan Nany, reformasi total tersebut mencakup kelembagaan, budaya, perilaku, mental dari kepolisian.
Reposisi, imbuh dia, hendaknya dilakukan setelah Polri berhasil melakukan reformasi institusinya.
Kata Nany, “Reformasi total atau revolusi mental terhadap institusi Polri agar budaya dan perilaku di institusi Polri bisa dibenahi secara maksimal.”
Dia melanjtkan, “Setelah reformasi Polri berhasil, baru masyarakat sipil membicarakan reposisi. Itu harapan kami sebagai pekerja jurnalis agar polisi tetap humanis dan demokratis.”

Komentar Nany, “Wartawan atau jurnalis menjadi profesi yang rentan menjadi korban kekerasan oknum aparat termasuk kepolisian dalam berbagai bentuk, seperti serangan hukum, intimidasi fisik, penganiayaan, penyadapan, dan pengawasan.”
Mengutip catatan AJI Indonesia, lanjut Nany, ada 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan pekerja media sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2024.
Adapun pelaku paling banyak polisi, disusul TNI, dan ormas. Kekerasan tersebut meliputi pembunuhan (1 kasus), kekerasan fisik (19 kasus), teror dan intimidasi (17 kasus), dan pelarangan liputan (8 kasus).
Kemudian, serangan digital (10 kasus), pemanggilan klarifikasi polisi (3 kasus), kekerasan berbasis gender (3 kasus), penuntutan hukum (2 kasus), perusakan alat/penghapusan data (5 kasus), dan swasensor (1 kasus).
Ucap Nany, “Pelaku kekerasan terhadap jurnalis atau pekerja pers, tertinggi dilakukan oleh polisi tercatat 19 kasus, kemudian disusul TNI 11 kasus, dan warga/ormas 11 kasus.”
Nany kembali berkata, “Dilanjutkan perusahaan/staf/pegawai (5 kasus), aparat pemerintah (4 kasus), pekerja profesional (4 kasus), pejabat legislatif (2 kasus), pejabat pengadilan (1 kasus), rektorat kampus (1 kasus), dan pelaku tidak dikenal (1 kasus).”
Nany menegaskan, “Urgensi reformasi Polri dalam cara pandang kami sebagai jurnalis agar melakukan perbaikan regulasi, penguatan pengawasan publik terhadap polisi, pendidikan HAM bagi polisi, dan kolaborasi jurnalis dan lembaga swadaya masyarakat dalam melakukan pengawasan atau mereformasi kepolisian.”
Menurut Nany, AJI Indonesia mendorong empat hal terkait dengan reformasi Polri dalam mendukung kerja-kerja jurnalistik.
Pertama, reformasi Polri diperlukan agar polisi mau menegakkan undang-undang yang melindungi kebebasan pers. Kedua, reformasi Polri diharapkan agar melindungi jurnalis saat meliput di lapangan.
Ketiga, reformasi Polri diarahkan agar menghormati hak jurnalis dalam mendapatkan informasi seperti mempermudah akses jurnalis ke informasi publik dan transparan dalam memberikan data yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Keempat, reformasi Polri juga diharapkan agar menghentikan kriminalisasi jurnalis seperti tidak menggunakan UU ITE atau pasal pencemaran nama baik untuk mengkriminalisasi jurnalis.
(Red)