ABC NEWS – Manajemen PT Pertamina (Persero) memiliki rencana untuk mengakuisisi blok minyak dan gas bumi (migas) yang berada di luar negeri.
Tujuan akuisisi adalah untuk mengamankan pasokan migas domestik. Hal tersebut diungkapkan SVP Strategy & Investment Pertamina Henricus Herwin dalam sebuah acara, Selasa (18/2).
Menurut Henricus, saat ini Pertamina memiliki wilayah izin operasi migas yang berada di berbagai negara, mulai dari Malaysia, Eropa, hingga Aljazair.
Dia bilang, “Kehadiran Pertamina di luar negeri diharapkan dapat memberikan akses guna mendukung ketahanan energi nasional.”
Henricus melanjutkan, “Terlebih lagi hasil minyak yang diproduksikan dapat diproses di dalam negeri melalui kilang Pertamina.”

Dia berkata, “Secara organik, Indonesia tetap menjadi prioritas kami. Namun, secara anorganik, kami juga terus mencari peluang investasi di dalam negeri, meskipun jumlahnya tidak banyak.”
Komentar Henricus, “Ke depan, tentu saja kami juga mengincar peluang investasi di luar negeri.”
Henricus lalu mencontohkan bahwa dua tahun lalu Pertamina sukses melakukan akuisisi 10 persen hak partisipasi blok migas di luar negeri milik ExxonMobil.
Dia pun berucap, “Kami masih terus menyeleksi peluang lain, dan jika ada yang cocok, kami akan berdiskusi dengan para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah.”
Di satu sisi, rencana akuisisi blok migas di luar negeri oleh Pertamina perlu dilakukan secara hati-hati, agar kasus seperti Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 tidak terulang kembali.
Sekedar informasi, kasus Blok BMG bermula pada 2009, saat Pertamina melakukan kegiatan akuisisi (investasi non rutin) berupa pembelian sebagian aset (interest participating/IP) milik ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia berdasarkan Agreement for Sale and Purchase-BMG Project tanggal 27 Mei 2009 senilai USD 31.917.228.
Namun, dalam proses pelaksanaannya ada indikasi tidak sesuai dengan pedoman investasi dan diduga menyimpang mulai dari tahapan pengusulan investasi.
Pengusulan tersebut oleh Kejaksaan Agung, beberapa waktu lalu, disebut tidak sesuai pedoman investasi dalam pengambilan keputusan, yakni tidak melakukan kajian kelayakan dan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris.
Pada 22 Maret 2018, mantan direktur utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan, ditetapkan sebagai tersangka.

Dia kala itu diduga terlibat dalam kasus korupsi investasi Pertamina di Blok BMG Australia 2009 yang merugikan keuangan negara Rp 568 miliar.
Karen ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.
Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) kAe-1 KUHP.
Kala itu majelis hakim pada PN Tipikor Jakpus menjatuhkan vonis delapan tahun penjara terhadap Karen. Karen pun mengajukan banding, namun kandas.
Perlawanan Karen terus berlanjut hingga tingkat kasasi. Pada 2020, Mahkamah Agung (MA) melepaskan Karen Agustiawan dalam kasus korupsi Blok BMG yang disebut merugikan negara Rp 568 miliar. Karen lepas dari hukuman sebelumnya, yaitu delapan tahun penjara.
(Red)