ABC NEWS – Manajemen PT Freeport Indonesia (PTFI) sepertinya masih terus berupaya untuk diperbolehkan kembali melakukan ekspor konsentrat tembaga.
Ekspor diperlukan karena smelter milik PTFI di Gresik, Jawa Timur belum bisa beroperasi optimal setelah peristiwa kebakaran beberapa waktu lalu.
Menanggapi permintaan tersebut, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sepertinya ‘memberi sinyal’ bahwa hal tersebut (ekspor) bisa dilakukan. Namun dengan sejumlah syarat.
Bahlil di acara Indonesia Economic Summit, Rabu (19/2), menjelaskan bahwa pemerintah akan menaikkan bea keluar (BK) untuk konsentrat tembaga sebelum memberikan izin ekspor bagi PTFI.
Bahlil pun menegaskan bahwa akan ada konsekuensi yang harus ditanggung PTFI terkait gagalnya perseroan menjalankan amanat yang sudah diatur oleh regulasi.
Seperti diketahui, pemerintah sudah melarang semua ekspor konsentrat tembaga mulai 1 Januari 2025.
Sebelumnya, Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 7/2023 telah dicabut dan diganti oleh Permen ESDM No. 6/2024.
Klaim Freeport Negara Akan Rugi
Terpisah, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR hari ini, Rabu (19/2), di Jakarta, Direktur Utama PTFI Tony Wenas mengklaim bahwa negara akan rugi hingga Rp 65 triliun per tahun jika perusahaan tidak diberi izin untuk kembali mengekspor konsentrat tembaga.
Kata Wenas, ““Kalau kita nilai dengan harga yang sekarang ini, itu nilainya bisa lebih dari USD 5 miliar.”
Wenas juga bilang, “Dari USD 5 miliar itu, pendapatan negara berupa bea keluar, royalti, dividen, pajak perseroan badan itu akan bisa mencapai USD 4 miliar atau sekitar Rp 65 triliun.”

Wenas lalu merinci penurunan potensi penerimaan negara tersebut, misalnya dividen senilai USD 1,7 miliar (Rp 28 triliun), pajak USD 1,6 miliar (Rp 26 triliun), bea keluar USD 0,4 miliar (Rp 6,5 triliun), dan royalti USD 0,3 miliar (Rp 4,5 triliun).
Wenas pun mengklaim bahwa larangan ekspor konsentrat akan menyebabkan pengurangan pendapatan daerah sebesar Rp 5,6 triliun pada 2025.
Rinciannya, Provinsi Papua Tengah berpotensi mengalami penurunan pendapatan Rp 1,3 triliun, Kabupaten Mimika Rp 2,3 triliun, dan kabupaten lain di Papua Tengah Rp 2 triliun.
Komentar Wenas, “Selain itu juga ada potensi berkurangnya alokasi dana kemitraan PTFI untuk program pengembangan masyarakat sebesar USD 60 juta atau Rp 960 miliar pada 2025.”
(Red)