ABC NEWS – Manajemen PT Pertamina (Persero) melalui subholding-nya, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), harus memperbaiki sistem pengawasan pengolahan minyak milik perseroan.
Hal tersebut dikatakan salah satu mantan petinggi KPI yang enggan disebut namannya di Jakarta, Rabu (26/2) malam.
Menurut mantan petinggi KPI tersebut, mekanisme blending bahan bakar idealnya dilakukan di kilang minyak (refinery), bukan di depot pemasaran.
Kata dia, “Di kilang, proses blending dilakukan dengan peralatan khusus dan pengawasan ketat untuk memastikan campuran homogen, sesuai spesifikasi, dan aman.”
Dia menambahkan, “Pertamina memiliki beberapa kilang, seperti di Cilacap, Balikpapan, atau Balongan, yang dilengkapi untuk memproses dan mencampur berbagai aliran hidrokarbon menjadi produk jadi seperti Pertamax atau Pertalite.”
Mantan petinggi itu melanjutkan, namun berdasarkan informasi terbaru terkait kasus korupsi yang diungkap Kejaksaan Agung baru-baru ini, ada indikasi bahwa blending dalam kasus tertentu dilakukan di depot pemasaran, bukan di kilang.
“Ini tidak lazim dan dianggap tidak sesuai prosedur, karena depot biasanya hanya berfungsi untuk penyimpanan dan distribusi, bukan untuk proses produksi seperti blending,” ujar dia.
Penjelasan sang mantan, dalam kasus tersebut, blending di depot diduga dilakukan untuk memalsukan kualitas bahan bakar (misalnya mencampur RON 90 menjadi RON 92) demi keuntungan, yang menimbulkan kerugian besar bagi negara dan konsumen.
“Jadi, secara standar, blending seharusnya di kilang Pertamina. Jika terjadi di depot, itu menyimpang dari praktik normal dan bisa jadi indikasi masalah seperti yang sedang diselidiki saat ini,” jelas sang mantan petinggi itu.
(Red)