ABC NEWS – Daftar 500 orang terkaya di dunia baru saja dirilis Bloomberg Billionaires Index per akhir Februari 2025.
Uniknya, dari 500 orang terkaya dunia tersebut sebanyak tujuh orang di antaranya merupakan taipan Indonesia.
Siapa saja sekarang yang menduduki posisi tujuh orang terkaya di Indonesia? Mengutip Bloomberg, Jumat (28/2), ini nama-nama mereka.
1. Low Tuck Kwong
Pada urutan pertama ada nama Low Tuck Kwong, pengusaha kakak pendiri PT Bayan Resources Tbk, perusahaan yang bergerak di sektor tambang batu bara.
Ia kini memiliki harta sekitarr USD 26,2 miliar atau setara Rp 434,396 triliun (kurs Rp 16.580). Kekayaan Low tersebut sebenarnya ‘menguap’ USD 1,6 miliar atau Rp 26,528 triliun dari posisi semula.
Low Tuck Kwong sukses berada di posisi orang ke-73 terkaya di dunia, menggeser posisi Prajogo Pangestu. Ia lahir di Singapura pada 17 April 1948.

AwalnyaIa ia bekerja di perusahaan konstruksi milik ayahnya, David Low Yi Ngo. Pada 1972, ia memutuskan untuk pindah ke Indonesia, dan pada 1973 kemudian ia mendirikan PT Jaya Sumpiles Indonesia (JSI) yang bergerak di bidang konstruksi.
JSI kemudian menjadi pelopor konstruksi pondasi tumpuk (pile foundation) yang kompleks. Pada 1988, JSI berekspansi ke bisnis penambangan batu bara dan menjadi kontraktor tambang terkemuka.
Lalu pada 1992, ia berganti kewarganegaraan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Selanjutnya pada 1997, ia membeli tambang batu bara pertamanya melalui PT Gunungbayan Pratamacoal.
Pada 1998, melalui PT Dermaga Perkasapratama, ia juga mengoperasikan sebuah terminal batu bara di Balikpapan.
2. Prajogo Pangestu
Pendiri Barito Pacific Group, Prajogo Pangestu, berada di posisi kedua sebagai orang terkaya di Indonesia per akhir Februari 2025.
Harta kekayaannya mencapai USD 20,8 miliar atau setara Rp 344,864 triliun. Ini juga menempatkan Prajogo sebagai orang ke-99 terkaya di dunia.
Lahir dengan nama Phang Djoen Phen pada 13 Mei 1944 di Bengkayang, Hindia Belanda, ia merupakan pemilik dari Grup Barito Pacific, yang meliputi PT Barito Pacific Tbk, PT Barito Renewables Energy Tbk, PT Chandra Asri Pacific Tbk, dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk.

Perusahaannya rerata bergerak di bidang usaha petrokimia dan energi terbarukan. Prajogo kemudian mendirikan Bakti Barito Foundation atau Yayasan Bakti Barito, bersama istrinya.
Yayasan tersebut berfokus pada program-program filantropi dari Grup Barito Pacific di bidang lingkungan, sosial, pendidikan dan kemasyarakatan.
Pada 13 Agustus 2019, Ia dianugerahi Bintang Jasa Utama oleh Presiden Joko Widodo.
3. Sukanto Tanoto
Sukanto Tanoto menempati posisi ketiga sebagai orang terkaya di Indonesia dengan harta mencapai USD 19,7 miliar atau sekitar Rp 326,626 miliar triliun.
Hartanya sempat menguap sebanyak USD 649,3 juta atau Rp 10,765 triliun. Namun ia tetap sukses menjadi orang terkaya ke-106 di dunia.
Pundi-pundi kekayaan Sukanto diperoleh dari kelompok usaha the Royal Golden Eagle International (RGEI), yang dulu dikenal dengan nama Raja Garuda Mas.
Data Bloomberg mengungkapkan bahwa kappitalisasi konglomerasi manufaktur global tersebut menyentuh angka lebih dari USD 35 miliar atau Rp 580,3 triliun.

Lahir pada 25 Desember 1948 di Belawan, Medan, Sumatera Utara, ia memulai usaha di industri pengolahan kayu.
Berawal sebagai pemasok peralatan dan kebutuhan bagi PT Pertamina (Perser), Tanoto kemudian merintis usaha di bidang kehutanan pada 1972.
Ia adalah anak tertua dari tujuh laki-laki bersaudara. Ayahnya adalah seorang imigran dari Kota Putian, Provinsi Fujian, Cina.
Pada 1966, Sukanto Tanoto terpaksa berhenti sekolah setelah sekolah Cina pada waktu itu ditutup oleh rezim Orde Baru, Presiden Suharto
Dia tidak dapat meneruskan sekolah ke sekolah nasional karena ayahnya masih berkewarganegaraan Cina.
4. Robert Budi Hartono
Berikutnya ada nama Budi Hartono di peringkat keempat orang terkaya di Indonesia dengan harta sebanyak USD 19,5 miliar atau Rp 323,31 triliun.
Uangnya sempat menguap USD 3,1 miliar atau Rp 51,398 triliun. Budi juga duduk sebagai orang ke-109 terkaya di dunia.
Memiliki nama asli Oei Hwie Tjhong, ia lahir pada 28 April 1941 di Semarang, Jawa Tengah. Ia merupakan anak kedua dari pendiri perusahaan Djarum, yaitu Oei Wie Gwan.
Robert merupakan keturunan Tionghoa-Indonesia. Kakaknya bernama Michael Bambang Hartono alias Oei Hwie Siang.
Selain Djarum, Robert dan Michael adalah pemegang saham terbesar di PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

Mereka berdua melalui Farindo Holding Ltd menguasai 51 persen saham BCA. Keduanya juga memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 65 ribu hektare di Kalimantan Barat sejak 2008, serta sejumlah properti di antaranya pemilik Grand Indonesia dan perusahaan elektronik.
Salah satu bisnis Group Djarum di sektor ini bergerak di bawah bendera Polytron yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun.
Perusahaan Polytron ini kini juga memproduksi ponsel yang sebelumnya hanya meproduksi AC, kulkas, produk video dan audio, dan dispenser.
Melalui perusahaan yang baru dibuat, yakni Global Digital Prima Ventures (GDP Ventures), Global Digital Niaga (Blibli.com), mereka juga mulai bergerak di bisnis media daring.
5. Michael Bambang Hartono
Menduduki peringkat kelima orang terkaya di Indonesia adalah Michael Bambang Hartono. Bloomberg mencatat kekayaan Michael Hartono mencapai USD 18,1 miliar Rp 300,1 triliun.
Pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah pada 2 Oktober 1939 ini pun sukses berada di urutan ke-115 orang terkaya di dunia.
Bambang Hartono adalah kakak daro Budi Hartono. Terlahir dengan nama Oei Hwie Siang, keduanya mewarisi Djarum setelah ayah mereka, Oei Wie Gwan, meninggal pada 1963.

Oei Wie Gwan meninggal tidak lama setelah pabrik rokok Djarum terbakar habis. Bambang dan Budi kemudian bahu-membahu mengibarkan bendera Djarum sampai ke luar negeri.
Saat ini Djarum mendominasi pasar rokok kretek di Amerika Serikat, jauh melebihi Gudang Garam dan Sampoerna.
6. Anthoni Salim
Pemilik nama asli Liem Hong Sien atau Liem Fung Seng alias Anthony Salim, penerus bisnis Salim Group ini berada di peringkat keenam orang terkaya di Indonesia dengan harta senilai USD 12,9 miliar atau Rp 213,882 triliun.
Ia juga berada di posisi orang ke-188 terkaya di dunia. Anthony lagi pada 25 Oktober 1949 di Kudus, Jawa Tengah. Dia merupakan putra dari pengusaha Sudono Salim alias Liem Sioe Liong.
Nama Cina-nya adalah Liem Fung Seng (dapat diartikan sebagai ‘menemui hidup yang baru’), suatu nama yang diberikan Liem sebagai rasa syukur setelah ia hampir terbunuh akibat kecelakaan angkot saat dalam perjalanan dari Kudus ke Semarang pada 1949.
Menurut penulis biografi Liem, Richard Borsuk dan Nancy Chng, Anthoni memiliki karakter yang hiperaktif dan gemar bermain di masa kecilnya, sampai-sampai pernah membuat rumah keluarganya hampir terbakar.

Pendidikan dasarnya ditempuh di sekolah Sin Hua dan SMAN 21 di Jakarta, dilanjutkan ke Seventh-Day Adventist School dan St Joseph’s Institution di Singapura. Ia lalu melanjutkan pendidikan tinggi di Ewell Country Technical College di Inggris.
Setelah kembali dari Inggris di awal 1970-an, Anthoni memfokuskan dirinya untuk membantu pengembangan bisnis Salim Grup.
Mulanya ia berusaha menunjukkan agresivitasnya dengan berusaha mengimpor semen dari Korea Utara, suatu keputusan yang fatal karena pihak Korut justru mengirimkan dengan armada dan fasilitas yang seadanya, sehingga Salim Grup mengalami kerugian besar akibat rusaknya semen impor tersebut.
Namun, Anthoni mempelajari kesalahan-kesalahannya dan dibantu oleh rekan bisnis ayahnya, seperti Ciputra di bidang properti, Mochtar Riady di bidang perbankan dan Sukanto Tanoto di bidang kelapa sawit, maupun usaha Salim Grup yang kuat, ia mulai meletakkan fondasi yang kuat bagi perkembangan bisnis keluarganya dan dirinya secara pribadi sebagai pebisnis yang tangguh.
7. Sri Prakash Lohia
Terakhir di posisi orang terkaya ketujuh di Indonesia adalah Sri Prakash Lohia, dengan kekayaan mencapai USD 7,6 miliar atau Rp 126 triliun. Ia juga menjadi orang terkaya ke-408 di dunia.
Lahir pada 11 Agustus 1952 di Kolkata, India. Ia adalah pendiri Indorama Corporation, perusahaan petrokimia dan tekstil.
Meskipun lahir dan besar di India, tapi Sri Prakash menghabiskan sebagian besar masa hidup profesionalnya di Indonesia sejak 1974.

Ia terlahir dari pasangan Mohan Lal Lohia dan Kanchan Devi Lohia. Lohia lulus dari University of Delhi pada 1971 dengan gelar Bachelor of Commerce.
Pada 1973, Lohia pindah ke Indonesia bersama ayahnya, Mohan Lal Lohia, dan merintis Indorama Synthetics.
Perusahaan tersebut mulai memproduksi benang pintal pada 1976. Pada 1991, Indorama Synthetics melakukan diversifikasi dan merambah industri serat poliester. Resin poliester botol (PET) mulai diproduksi pada 1995.
Pada 2006, Lohia mengakuisisi pabrik olefin terintegrasi di Nigeria dan saat ini merupakan perusahaan petrokimia terbesar di Afrika Barat sekaligus produsen olefin terbesar kedua di benua Afrika.
Indorama Corporation adalah perusahaan holding utama milik Lohia yang berkantor pusat di Singapura. Pada 2012, Lohia dianugerahi Pravasi Bharatiya Samman Award (Overseas Indian Award) oleh Presiden India.
(Red)