ABC NEWS – Mata uang rupiah oleh Goldman Sachs, bank investasi global, diprediksi akan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya.
Memburuknya mata uang rupiah diprediksi akan terjadi dalam waktu dekat ini. Predisi rersebut merupakan hasil riset Goldman Sachs, yang baru dirilis hari ini, Jumat (28/2
Analisis Goldman Sachs Rina Jio, dikutip dari Bloomberg, Jumat (27/2), bilang, “Sentimen seputar kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump ditambah arus keluar modal asing yang terus berlangsung, akan menjadi faktor utama yang menyeret kinerja rupiah ke depan.”

Rina Jio juga berkata, “Rupiah merupakan mata uang paling volatile di kawasan Asia dengan tingkat beda tinggi terhadap dolar AS.”
Menurut dia, pasar saat ini masih belum menghitung sepenuhnya (underpricing) risiko tarif AS.
Bahkan, imbuh Rina Jio, dolar AS bisa semakin kuat ketika tarif terhadap Cina, Uni Eropa dan barang impor penting lain mulai diimplementasikan.
Penjelasan Rina Jio, adanya tekanan faktor musiman ketika musim pembagian dividen datang pada Maret dan April juga akan meningkatkan permintaan dolar AS di Indonesia dan memberi tekanan lebih besar pada rupiah.
“Faktor eksternal akan lebih dominan menyetir rupiah, ujar Rina Jio.
Riset Goldman Sachs pun memprediksi, dalam jangka pendek performa surat utang tenor pendek akan meningkat seiring dengan ekspektasi pemangkasan bunga acuan BI rate pada Maret. Ini seiring dengan upaya mendukung pertumbuhan domestik yang kian lesu.
Sedangkan untuk surat utang tenor panjang akan cenderung tertekan harganya, menyusul peningkatan risiko fiskal dan makin melimpahnya suplai surat utang di pasar.
(Red)