ABC NEWS – Masyarakat Indonesia, khususnya umat muslim, hari ini, Sabtu (1/3), memasuki hari pertama bulan Ramadan, bulan berkah bagi pemeluk Islam.
Banyak cerita terkait Ramadan yang juga menjadi saksi penting bagi berdirinya republik ini.
Setidaknya ada tiga peristiwa penting dan bersejarah yang tercatat terjadi pada Ramadan berkaitan dengan perjuangan kemerdekaan.
Peristiwa itu tercatat mulai dari Rengasdengklok, proklamasi kemerdekaan, hingga pengesahan UUD 1945. Berikut penjelasan selengkapnya:
1. Peristiwa Rengasdengklok (8 Ramadan)
Sejarah akan selalu mencatat peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada Kamis, 16 Agustus 1945 atau 8 Ramadan 1334 H pukul 03.00 WIB.
Pada hari itu, sejumlah pemuda menjemput Sukarno-Hatta untuk dibawa ke markas PETA di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, sebuah kota kecil di sebelah utara Jakarta.
Peristiwa Rengasdengklok bisa disebut juga ‘peristiwa penculikan’ yang dilakukan oleh sejumlah pemuda seperti Soekarni, Wikana, Aidit, dan Chaerul Saleh dari perkumpulan ‘Menteng 31’ terhadap Sukarno dan Hatta.

Sukarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada waktu itu Sukarno-Hatta menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada 7 Agustus 1945.
Sementara, golongan pemuda ingin agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang.
Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Sukarno-Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.
Golongan muda dengan tokohnya di antaranya Sjahrir, Chaerul Saleh, Wikana, Sukarni, BM Diah, dan lain-lain, sempat menemui Sukarno-Hatta selaku golongan tua yang dipercayai sebagai pemimpin PPKI.
Ketika terjadi perbincangan, Sukarno-Hatta masih ragu dan tetap menginginkan agar proklamasi kemerdekaan harus dibicarakan oleh anggota PPKI lebih dahulu.
Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok. Awalnya, Sukarno-Hatta ditempatkan di sebuah gubuk tua, pinggir kali dekat sawah yang tak layak kondisinya.
Atas usulan KH Darip, pejuang dari Klender kepada Soekarni dan kawan-kawan, agar Bung Karno dan Bung Hatta ditempatkan di tempat yang layak, maka dipilihlah rumah saudagar Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong.
Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
2. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (9 Ramadan)
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan pada pukul 10:00 Waktu Standar Tokyo pada Jumat, 17 Agustus 1945. Peristiwa tersebut bertepatan dengan bulan Ramadan, tepatnya pada 9 Ramadan 1334 H.
Bung Karno sempat meminta saran dari beberapa ulama dalam mempersiapkan kemerdekaan. Tanggal 17 Agustus merupakan saran yang diberikan oleh KH Abdoel Moekti yang merupakan ulama Muhammadiyah.
Ketika mencari tempat akan dibacakannya naskah Proklamasi, Chairul Basri, yang bekerja pada kantor propaganda Jepang, mencari rumah yang berhalaman luas.
Rumah Pegangsaan Timur 56 milik orang Belanda ditukar dengan rumah lain di Jalan Lembang. Jadi rumah itu memang disiapkan Jepang untuk Bung Karno.

Chairul tidak menyebut nama pemilik rumah itu. Saat diambil alih pemerintah Jepang untuk Sukarno, rumah itu milik Mr Jhr PR Feith seperti disebut Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi koran Sin Po dari 1925 sampai 1947, dalam Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan, 1922–1947 (1948).
Pemberitaan di koran Sin Po pada 5 Juli 1948 diketahui bahwa rumah tersebut merupakan rumah bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena menjadi tempat diproklamasikannya kemerdekaan.
Rumah tersebut juga pernah dipakai sebagai rumah pertemuan. Belanda juga pernah memfungsikan rumah tersebut sebagai rumah tawanan.
Rumah itu pun berubah lagi menjadi Gedung Republik. Hingga akhirnya pemiliknya yang orang Belanda menjualnya seharga 250 ribu gulden.
Rumah ini akhirnya dibeli oleh pemerintah Indonesia. Begini bunyi pemberitaan tersebut: “Eigenaar (pemilik rumah) itoe roemah jang baroe sadja kombali dari Nederland telah menetapken mendjoel miliknja dengen harga ƒ 250.000,- pada pemerentah repoeblik”.
3. Pengesahan UUD 1945 (9 Ramadan)
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pengesahan ini dilakukan dalam sidang pertama PPKI yang berlangsung di Gedung Pancasila. Perumusan UUD 1945 dimulai pada 10 Juli 1945 dalam sidang kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
BPUPKI diketuai oleh Sukarno dan wakilnya Hatta, sedangkan Panitia Perancang UUD diketuai oleh Prof Dr Mr Soepomo.

Buku Peran Agama Islam dalam Revolusi Indonesia karya Achmad Notosoetardjo menulis, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan pada 17 Agustus 1945 M (9 Ramadhan 1364 H) maka diperlukan adanya landasan hukum dalam penyelenggaraan negara, susunan pemerintahan serta pembentukan lembaga negara.
Pengesahan UUD 1945 terjadi pada 18 Agustus 1945 atau 10 Ramadhan 1364 H. Pengesahan tersebut dilakukan dalam sidang PPKI yang sekaligus merevisi Piagam Jakarta.
Revisi tersebut mengubah kalimat ‘Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya’ menjadi ‘Ketuhanan yang Maha Esa’.
Terdapat pula sejumlah hasil dari rapat PPKI, seperti Pengesahan RUUD 1945 menjadi UUD 1945, Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden, serta pengesahan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) sebagai lembaga negara yang merupakan cikal bakal menjadi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) saat ini.
(Red)