ABC NEWS – Kerugian negara sebesar USD 60 juta atau setara Rp 985,95 miliar (kurs 16.432,5) dari perkara korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) optimistis bisa dipulihkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut diungkapkan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik KPK Budi Sokmo di Jakarta, Selasa (4/3).
Dia bilang, “Terkait dengan kasus LPEI ini kami akan memaksimalkan semaksimal mungkin terkait dengan pengembalian kurang lebih USD 60 juta.”
Namun Budi tidak menjelaskan secara rinci langkah apa saja yang akan dilakukan KPK untuk mengembalikan uang tersebut ke kas negara.
Tapi Budi optimistis bahwa hal tersebut akan terlaksana seiring berjalannya proses penyidikan.
Kata Budi, “Insyaallah akan bisa ter-cover seluruhnya untuk kami kembalikan kepada negara kurang lebih Rp 900 miliar.”
Di satu sisi, KPK pada Senin (3/3), mengumumkan telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Komentar Budi, “Lima orang tersangka ini terdiri atas dua orang, yaitu direktur dari LPEI dan tiga orang dari PT Petro Energy atau PT PE.”
Berdasarkan informasi, para tersangka tersebut adalah Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.
Kemudian, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susi Mira Dewi Sugiarta.
Perkara tersebut berawal pada 2015, atau saat itu PT PE menerima kredit dari LPEI sebesar kurang lebih USD 60 juta.
Kredit tersebut diterima dalam tiga termin, yakni termin pertama pada 2 Oktober 2015 sekitar Rp 297 miliar rupiah, kemudian pada 19 Februari 2016 sebesar Rp 400 miliar rupiah, dan pada 14 September 2017 sebesar Rp 200 miliar.
Penjesan Budi, para direksi dari LPEI tersebut mengetahui bahwa current ratio PT PE ini di bawah 1 atau tepatnya 0,86, yang artinya pengeluaran perusahaan lebih besar dari pendapatan yang berpotensi membuat PT PE kesulitan melakukan pembayaran terhadap kredit yang diberikan LPEI.
Direksi LPEI yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut juga tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diberikan PT PE saat mengajukan proposal kredit.
PT PE pun membuat kontrak palsu, kemudian menjadi dasar mengajukan kredit kepada LPEI. Hal tersebut diketahui oleh direksi dari PT LPEI. Namun, keduanya bahkan membiarkan dan tidak melakukan evaluasi ketika pembayaran kredit termin pertama tidak lancar.
(Red)