ABC NEWS – Setiap Ramadan tiba umat muslim disunahkan untuk melaksanakan salat tarawih.
Tarawih dalam bahasa Arab bisa diartikan sebagai ‘waktu sesaat untuk istirahat’. Waktu pelaksanaan salat sunah ini adalah selepas salat isya dan biasanya dilakukan secara berjamaah di masjid.
Rasulullah Muhammad SAW hanya pernah melakukannya secara berjemaah dalam tiga kali kesempatan.
Hadis menyebutkan bahwa Rasulullah SAW kemudian tidak melanjutkan pada malam-malam berikutnya karena takut salat tarawih akan menjadi diwajibkan kepada umat muslim.
Salat tarawih pertama kali dilaksanakan oleh Rasulullah SAW pada suatu malam saat Ramadhan tiba di Masjid Nabawi.
Beberapa sahabat mengikuti salat tersebut, dan jumlah mereka semakin bertambah di malam-malam berikutnya.
Namun, setelah malam ketiga, Rasulullah SAW tidak lagi keluar untuk memimpin shalat tarawih berjamaah. Ketika para sahabat bertanya alasannya, beliau menjawab, “Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk keluar bersama kalian. Hanya saja aku khawatir jika shalat ini akan menjadi wajib bagi kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa shalat tarawih adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) dan bukan kewajiban.
Rasulullah SAW ingin memberikan kemudahan kepada umatnya agar mereka dapat melaksanakan ibadah ini sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Terdapat beberapa praktek tentang jumlah rakaat dan jumlah salam pada salat tarawih. Pada masa Rasulullah Muhammad SAW, salat tarawih hanya dilakukan tiga atau empat kali saja, tanpa ada satu pun keterangan yang menyebutkan jumlah rakaatnya.
Salat tarawih berjamaah lalu dihentikan karena ada kekhawatiran bahwa hal ini akan diwajibkan. Baru pada zaman khalifah Umar bin Khattab salat tarawih dihidupkan kembali secara berjamaah, dengan jumlah 20 rakaat dilanjutkan dengan 3 rakaat salat witir.
Empat mazhab Suni mempraktekan jumlah rakaat yang berbeda, yaitu mazhab Hanafi (delapan rakaat), Maliki (sebagian delapan atau 20 rakaat), Syafi’i (20 rakaat), serta Hambali (sebagian delapan atau 20 rakaat).
Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah dari Bani Umayyah di Damaskus menjalankan salat tarawih dengan 36 rakaat, sementara Ibnu Taimiyah menjalankan 40 rakaat.
Penetapan salat tarawih hanya 8 rakaat merupakan pendapat ulama kontemporer, seperti Ash-Shan’ani, Al-Mubarakfury, dan Al-Albani.
Ash-Shan’ani penulis Subulus-salam sebenarnya tidak sampai mengatakan salat tarawih hanya delapan rakaat, sedangkan Al-Mubarakfury memang lebih mengunggulkan salat tarawih delapan rakaat, tanpa menyalahkan pendapat yang 20 rakaat.
Lalu, berapa jumlah rakaat tarawih yang sebenarnya? Mengapa ada perbedaan dalam pelaksanaannya?
Masa Khalifah Umar bin Khattab
Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat tetap melaksanakan salat tarawih, tetapi secara berkelompok kecil.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab RA, ia melihat bahwa umat Islam melaksanakan salat tarawih secara terpisah-pisah.
Umar RA mengumpulkan mereka di bawah satu imam, yaitu Ubay bin Ka’ab RA, dengan jumlah rakaat 20 rakaat untuk menjaga kebersamaan umat.
“Alangkah baiknya jika aku mengumpulkan mereka di bawah satu imam.” (HR. Bukhari)
Sejak saat itu, salat tarawih dilakukan secara berjamaah di Masjid Nabawi dengan jumlah 20 rakaat, yang kemudian menjadi amalan mayoritas kaum muslim.
Perbedaan Jumlah Rakaat
Berbagai riwayat menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melakukan salat malam dengan jumlah rakaat yang berbeda-beda, baik saat Ramadhan maupun di luar Ramadan.
Berikut ini sejumlah riwayat yang menjadi dasar perbedaan jumlah rakaat tarawih:
- Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW tidak menambah (rakaat salat malam) di bulan Ramadan dan di luar Ramadan lebih dari 11 rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Ibnu Abbas RA berkata, “Rasulullah SAW salat delapan rakaat dan witir.” (HR. Bukhari)
- Ibnu Umar RA berkata, “Rasulullah SAW salat dua puluh rakaat dan witir pada malam-malam Ramadan.” (HR. Baihaqi)
- Yazid bin Ruman berkata, “Pada zaman Umar bin Khattab RA, orang-orang salat dua puluh rakaat dan witir.” (HR. Malik)
- Abu Bakar bin Abi Syaibah berkata, “Aku melihat orang-orang di Madinah salat tiga puluh enam rakaat.” (HR. Ibnu Qudamah)
Pendapat Ulama
Berdasarkan sejumlah perbedaan riwayat, para ulama pun memiliki pendapat yang beragam mengenai jumlah rakaat salat tarawih:
- Pendapat 20 rakaat
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal sepakat bahwa salat tarawih dilakukan sebanyak 20 rakaat. Pendapat ini didasarkan pada amalan Khalifah Umar bin Khattab RA dan generasi sahabat setelahnya. - Pendapat 8 rakaat
Beberapa ulama, termasuk Imam Ibnu Hazm, berpendapat bahwa salat tarawih sebaiknya dilakukan sebanyak 8 rakaat. Mereka berlandaskan pada hadis Aisyah RA dan Ibnu Abbas RA yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah salat malam lebih dari 11 rakaat, termasuk witir. - Pendapat 36 rakaat
Sebagian ulama Maliki berpendapat bahwa jumlah rakaat salat tarawih adalah 36 rakaat. Mereka mendasarkan pendapat ini pada amalan penduduk Madinah pada zaman Umar bin Khattab RA yang disebutkan dalam riwayat Abu Bakar bin Abi Syaibah.
Mana Paling Benar?
Salat tarawih adalah bagian dari ibadah sunah yang fleksibel dalam jumlah rakaatnya. Tidak ada ketentuan yang pasti mengenai jumlah rakaat yang harus dikerjakan.
Para ulama sepakat bahwa salat tarawih adalah sunah yang dianjurkan, tetapi jumlah rakaatnya dapat disesuaikan dengan kemampuan individu dan tradisi yang berlaku di masing-masing daerah.
Sebagai umat Islam, sepatutnya tidak perlu memperdebatkan jumlah rakaat salat tarawih secara berlebihan. Terpenting adalah konsistensi dalam menjalankan ibadah ini dengan penuh kekhusyukan dan keikhlasan.
(Red)