ABC NEWS – Manajemen PT PGN Tbk berencana menjual Blok Muriah, Lapangan Kepodang yang berlokasi 75 kilometer di lepas pantai rembang dan 150 kilometer dari pantai Semarang, Jawa Tengah.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama PGN Arief Setiawan Handoko saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (12/3).
Menurut Arief, ada calon pembeli yang menaruh minat untuk membeli Blok Muriah. Semula, PGN berencana mengembalikan Blok Muriah kepada Kementerian ESDM karena kontrak pengelolaan blok tersebut akan berakhir pada Desember 2026.
Kata Arief, “Perkembangan terkini ada beberapa pihak yang tahu kami akan mengembalikan, mereka akan akuisisi atau membeli ini.”
Penjelasan dia, penjualan blok gas tersebut bisa menjadi peluang menarik untuk perseroan. Alasannya, lanjut Arief, dana yang diperoleh dari penjualan itu bisa digunakan untuk menutup sunk cost dari pengembangan blok tersebut.

Arief bilang, “Ada kesempatan bagus buat kami untuk bisa menawarkan ke mereka dari pada tidak dapat apa-apa.”
Komentar Arief, “Kami bisa dapat sesuatu untuk mengurangi sunk cost yang belum terpulihkan.”
Potensi Korupsi
Terpisah, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mendukung langkah direksi PGN saat ini akan menjual Blok Muriah.
Yusri bilang, “Itu langkah tepat dirut PGN saat ini untuk menjual Blok Muriah. Sebab, Blok Muriah terbukti telah membebani keuangan PGN sepanjang masa.”
Komentar Yusri, “Biang kerok beratnya beban keuangan tersebut bermula saat direktur utama PGN saat itu, Hendi Prio Santoso, mengakuisi Blok Muriah pada 2014. Kasihan para dirut pengganti Hendi, ditinggali masalah yang tak kunjung usai.”

Lantang Yusri berkata, “Dugaan adanya penyimpangan akuisisi blok migas ini telah dilaporkan resmi ke KPK oleh Wakil Ketua BPK Hendra Susanto pada April 2023. Namun entah kenapa KPK sudah hampir dua tahun belum menindaklajutinya.”
Tegas ucapan Yusri, “Hendi Prio selama duduk sebagai dirut di PGN banyak menimbulkan masalah dari sejumlah aksi korporasi yang dilakukan.”
Lanjut dia, “Ujungnya setelah Hendi Prio tidak lagi di PGN seperti meninggalkan bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak dan membuat PGN hancur lebur.”
Menurut Yusri, “Aksi ini terus berlanjut saat Hendi Prio kemudian pindah ke PT Semen Indonesia Tbk dan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) alias MIND ID.”
Ucap Yusri, “Bahkan di MIND ID kabarnya Hendi Prio membawa sekitar 40 orang mantan anak buahnya di PGN dan Semen Indonesia. Pasti ke depannya MIND ID akan menimbulkan masalah.”

Penjelasan Yusri, Hendi Prio duduk sebagai dirut PGN dalam kurun 2008-2019. Di masa periode itulah, yakni pada 2014, PGN mengakuisisi Blok Muriah.
Saat transaksi tersebut, konon diduga ada potensi penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara sekitar USD 70 juta saat itu.
Jumlah kerugian negara tersebut diperhitungkan dari selisih nilai awal investasi sebesar USD 101,05 juta dan nilai akhir investasi pada Laporan Keuangan Saka Energi Oil and Gas Property Lapangan Kepodang sebesar USD 31,78 juta.
Perlu diketahui, transaksi itu dilakukan antara dua pihak, yakni Saka Energi Exploration Production BV (SEEPBV) dan Sunny Ridge Offshore Limited (SROL).
Kemudian pada Desember 2014 dilakukan pembayaran dari Saka Energi EP BV ke rekening Sunny Ridge di Bank DBS Singapura. Pembayaran berlanjut Januari 2015 berupa cash call payment ke Sunny Ridge di Singapura.
Setelah transfer dana dieksekusi, pada Maret 2015, barulah Deloitte melakukan valuasi. Nilai yang diperhitungkan sampai dengan 2026, namun nyatanya saat ini Lapangan Kepodang kerap bermasalah.
Publik kemudian bertanya, siapakah pengendali SROL, perusahaan cangkang yang terdaftar di British Virgin Islands pada 15 Juli 2009, itu?
Data Offshore Leaks Database mengungkapkan, Sunny Ridge Offshore Limited memiliki keterkaitan yang bersifat intermediary dengan Portcullis TrustNet (Singapore) Pte Ltd, yang memiliki keterkaitan dengan 250 entitas.
Konon, saat itu beredar rumor bahwa aksi korporasi PGN itu memang dilakukan secara berlapis. Meskipun secara formal menggunakan nama Sunny Ridge, namun pengendali sesungguhnya ada di balik layar.
Terdapat nama-nama perusahaan investasi/broker seperti NPC (TPG), ARLB, COL/AI. Ada pula nama-nama pengusaha nasional dan mantan pejabat negara atau menteri.
Sekilas Blok Muriah
Perlu diketahui, PGN memiliki Blok Muriah melalui anak usahana, PT Saka Energi Indonesia. Diperkirakan cadangan gas di blok itu sekitar delapan miliar kaki kubik persergi (billion square cubic feet/Bscf).
Manajemen Saka saat ini berusaha terus melakukan efisiensi dan menerapkan teknologi terbaru untuk menjaga produksi gas tetap dengan lajur alir plateau kurang lebih sembilan juta standar kaki kubik per hari (MMscfd).
Saka menggandeng anak usaha PGN lainnya, PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) yang mengelola pipa penyaluran dari Lapangan Kepodang yang semula ke Pembangkit Listrik Tambaklorok dan saat ini dialirkan ke jaringan pipa Gresik-Semarang (Gresem), SPBG Ngagel dan SPBG Kaligawe.

Blok Muriah semula terbagi menjadi dua kepemilikan, yaitu Saka Energi memiliki participating interest (PI) sebesar 20 persen, sedangkan 80 persen sisangnya dipegang Petronas Carigali Muriah Ltd yang menjadi operator di WK Muriah.
Namun, pada 2019, Petronas menyatakan kondisi kahar (force majeure) dikarenakan menganggap Lapangan Kepodang di Blok Muriah sudah tidak bisa berproduksi sampai kepada nilai minimal keekonomian.
Sejak saat itu, pemerintah melalui SKK Migas melakukan proses pengalihan operator kepada mitra di Blok Muriah, yaitu Saka Energi.
Seperti diketahui, pada Mei 2020, operatorship Blok Muriah beralih 100 persen dikelola oleh Saka Energi melalui Saka Energi Muriah Ltd setelah kurang lebih tujuh bulan mengalami hot stacking.
Pengambilalihan operator Blok Muriah resmi disepakati pada 31 Januari 2020 melalui penandatanganan Deed of Assignment (DoA) antara Saka Energi Muriah dengan Petronas Carigali.
Hal ini bermula saat Petronas Carigali menyampaikan pemberitahuan kepada Saka Energi mengenai pengunduran dirinya sebagai operator wilayah kerja Muriah pada 18 Desember 2019. Sebelumnya, Saka Energi hanya menguasai 20% PSC Muriah.
(Red)