ABC NEWS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Kamis (13/3) sore, baru saja menahan tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas kredit fiktif oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), yakni Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho.
Newin ditahan selama 20 hari ke depan, yaitu terhitung 13 Maret hingga 1 April 2025 di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK.
Sementara itu, sumber ABCNEWS.co.id yang tidak mau disebut namanya, di Jakarta, Kamis malam mengungkapkan bahwa Newin Nugroho diduga menjadi bagian dari ‘anak buah’ si The Gasoline Godfather, Mohammad Riza Chalid.
Kata sumber, “Newin Nugroho dikenalkan ke Riza Chalid melalui Gading Ramadhan Joedo. Bisa dikatakan Newin Nugroho menjadi salah satu operator Riza Chalid melalui Petro Energy.”
Seperti diketahui, Gading juga telah ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi minyak dan BBM di subholding PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023 yang menghebohkan publik.
Sumber lalu bilang, “Bisa dikatakan Petro Energy adalah perusahaan pemasok bunker yang sempat didukung oleh perusahaan trader minyak yang berbasis di Singapuran, Hin Leong Pte Ltd dan Winson Oil Pte Ltd.”
Komentar sumber, “Petro Energy memiliki basis kekuasaan di wilayah Surabaya, Jawa Timur, karena kedekatannya dengan salah satu BUMN yang punya core business di pelabuhan.”
Sumber berkata, “Bisa jadi saat ini kekuasaan Riza Chalid sedang dirontokan satu demi satu melalui berbagai macam kasus oleh pemerintahan saat ini.”
“Kita harus mendukung langkah pemerintah saat ini untuk membersihkan para kartel yang salah satunya didominasi oleh Riza Chalid,” ungkap sumber.
Seperti diketahui, sebelumnya KPK pada Senin (3/3) telah resmi menetapkan lima orang tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI.
Kelima orang tersebut adalah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, serta debitur dari Petro Energy yaitu Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta.
Menurut penjelasan KPK, telah terjadi benturan kepentingan atau konflik kepentingan dalam memuluskan proses pemberian kredit.
LPEI disinyalir memberikan fasilitas kredit kepada Petro Energy meski perusahaan itu tidak layak mendapatkan kredit.
KPK juga menemukan adanya dugaan pemalsuan dokumen pembelian maupun invoice oleh Petro Energy dan dilakukan window dressing atau upaya pengondisian terhadap laporan keuangan perusahaan tersebut.
Fasilitas kredit yang digunakan juga dianggap tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Penjelasan KPK, sebenarnya ada 11 debitur yang diduga turut menikmati fasilitas kredit dari LPEI tersebut.
Sebelumnya, Pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Senin (3/3), pernah bilang bahwa dari 11 debitur yang diduga menikmati fasilitas kredit tersebut negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 11,7 triliun.
Namun Budi belum bisa merinci siapa saja pihak yang termasuk dalam 11 debitur yang menikmati pembiayaan dari fasilitas kredit LPEI.
Di satu sisi, berdasarkan informasi yang coba dihimpun tim redaksi ABCNEWS.co.id, PT Caturkarsa Megatunggal diketahui menjadi pemegang saham mayoritas Petro Energy sebelum pailit pada Juni 2020.
Sedangkan pemegang saham Caturkarsa Megatunggal berdasarkan penelusuran diduga merupakan milik Indrawan Masrin dan adiknya, Jimmy Masrin, yang masing-masing menguasai 47,45 persen saham di perusahaan itu.
Jimmy diketahui sudah menjadi tersangka dalam kasus korupsi LPEI. Jimmy adalah direktur utama dari Caturkarsa Megatunggal sedangkan Indrawan duduk sebagai komisaris utama.
Informasi lainnya, Caturkarsa Megatunggal melalui Petro Energy pada 2018 mengakuisisi 55 persen saham perusahaan tambang batu bara bernama PT Pada Idi.
Informasi lainnya, Jimmy pada 2020 mendirikan PT Tunas Laju Investama menjelang Petro Energy pailit pada Juni 2020.
Jimmy memiliki 94,8 persen saham di Tunas Laju sedangjan sisa saham lainnya dimiliki Caturkarsa Megatunggal.
Kemudian, melalui Tunas Laju, Jimmy dan Caturkarsa Megatunggal mengambilalih 33,33 persen saham Pada Idi, sehingga saham Petro Energy tersisa 36,67 persen.
Sementara sisa saham lainnya dimiliki Bintoro Iduansjah dan The Budi Tedjo Prawiro masing-masing sebanyak 15 persen.
Uniknya, begitu Petro Energy dinyatakan bangkrut, saham Tunas Laju di Pada Idi bertambah menjadi 81,56 persen, sedangkan sisanya dimiliki Bintoro dan Budi masing-masing 9,22 persen.
(Red)