ABC NEWS – Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid akhirnya buka mulut soal kasus korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) periode 2020 hingga 2024.
Korupsi tersebut terjadi saat kementerian tersebut masih bernama Kementerian Komunikasi dan Informartika (Kemenkominfo), belum bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi).
Penjelasan Mutya, pihaknya akan senantiasa terbuka dan siap membantu proses hukum yang berlaku apabila memang dibutuhkan.
Kata Mutya di Jakarta, Kamis (20/3), “Kemenkomdigi siap membantu apapun yang diperlukan, dokumen dan lain-lain.”
Dia bilang, “Mungkin kami kerja sama dengan kejaksaan silahkan saja, kami terbuka dan mengikuti proses hukum yang berlaku.”
Sebelumnya, minggu lalu Sekjen Kemenkomdigi Ismail menjelaskan bahwa pihaknya berkomitmen penuh terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa.
Menurut Ismail, pihaknya memberikan dukungan penuh terkait proses penegakan hukum tersebut.
Komentar dia, “Kami siap memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna memastikan proses hukum berjalan dengan lancar.”
Seperti diketahui, ejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus) sedang melakukan penyelidikan kasus korupsi spesifik pengadaan barang/jasa dan pengelolaan PDNS senilai Rp 958 miliar.
Keterangan Kejari Pusat, penyelidikan bermula usai adanya temuan indikasi adanya rekayasa dalam proses pengadaan proyek.
Diduga kasus itu melibatkan pejabat Kemenkominfo yang bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk memenangkan kontrak secara tidak sah.
Diduga ada hengki pengki dan kongkalikong yang melibatkan pejabat Kemenkominfo dengan pihak swasta PT Aplikasinusa Lintasarta (AL).
Kejari Jakpus telah melakukan penggeledahan, di mana tim penyidik menyita berbagai barang bukti, seperti dokumen, uang, kendaraan, tanah dan bangunan, serta barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan kasus korupsi ini.
Pemeriksaan dugaan rekayasa tender PDNS ini terjadi di empat lokasi berbeda. Rinciannya adalah:
- 2020: PT AL menang kontrak senilai Rp 60,37 miliar melalui pengkondisian.
- 2021: PT AL kembali menang dengan nilai kontrak Rp 102,67 miliar.
- 2022: Syarat tertentu dihilangkan, agar PT AL kembali menang, dengan kontrak Rp 188,9 miliar.
- 2023: PT AL kembali memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak Rp 350,95 miliar.
- 2024: PT AL kembali menang dengan kontrak Rp256,57 miliar, meskipun bermitra dengan pihak yang tidak memenuhi standar ISO 22301.
Seperti diketahui, proyek ratusan miliar tersebut dalam pelaksanannya tidak sesuai dengan Perpres No. 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
(Red)