ABC NEWS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum memeriksa kembali keterlibatan Tan Paulin, pengusaha batu bara yang juga direktur utama PT Sentosa Laju Energy, dalam kasus gratifikasi dan pencucian uang mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Padahal, KPK pernah menyebut adanya keterlibatan pihak swasta dalam kasus Rita tersebut.
KPK pun pernah memeriksa Tan Paulin di kantor BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Perwakilan Provinsi Jawa Timur.
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto pada 30 Agustus 2024 pernah bilang, “Diperiksa terkait transaksi batu bara perusahaan miliknya di wilayah Kukar.”
Jadi pertanyaan publik, kenapa pemeriksaan terhadap Tan Paulin dilakukan di kantor BPKP, kenapa KPK tidak memanggil Tan Paulin ke kantor KPK yang ada di Jakarta?
Kemudian, KPK juga pernah menggeledah rumah Tan Paulin yang berada di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Lembaga antirasuah tersebut kemudian menyita sejumlah dokumen yang terkait dengan kasus Rita Widyasari.
Kata Tessa, “Penyidik telah melakukan penggeledahan dan mengamankan dokumen-dokumen.”
Sebelumnya KPK juga menduga banyak pihak yang terlibat kasus uang gratifikasi terkait pengiriman metrik ton batu bara yang diterima mantan Rita Widyasari. Salah satunya yakni Tan Tan.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta, Kamis, 19 September 2024, pernah berkata, “Dari uang (pengiriman metrik ton batu bara) tersebut kemudian mengalirkan ke beberapa orang, beberapa perusahaan, diantaranya saudara TP (Tan Paulin).”
Namun kala itu Asep enggan memerinci total uang yang diduga diterima wanita yang dikenal sebagai ratu batu bara tersebut.
Aliran dana itu diyakini berkaitan dengan kasus dugaan pencucian uang yang menjerat Rita.
Komentar Asep, “Kami sedang menangani (kasus) saudari RW (Rita Widyasari) ini, TPPU-nya (tindak pidana pencucian uang). Kami mencari lah ke mana uang yang dari situ (pengiriman metrik ton), gitu. Dari saudara RW itu, ya, salah satunya ke TP.”
Menurut Asep, pihaknya mendalami alasan Tan Paulin menerima uang dari Rita itu. Perjanjian yang terjalin antara dua orang itu juga sedang diselidiki.
Sekedar informasi, Tan Paulin dikenal sebagai ‘Ratu Batu Bara’. Tan adalah istri Irwantono Sentosa, pemilik PT Sentosa Laju Energy (SLS) yang beroperasi di sektor batu bara.
SLS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang angkut-jual batu bara.
Bisnis tambang Tan Paulin melibatkan keluarganya, termasuk suaminya Irwantono Sentosa, dan adiknya Denny Iryanto yang menjabat sebagai direktur di SLS.
Julukan ‘Ratu Batu Bara’ mencuat setelah Komisi VII DPR kala itu membahas praktik penjualan batu bara tersembunyi di Kalimantan Timur.
Anggota Komisi VII DPR Muhammad Nasir sempat menyebut adanya ‘ratu batu bara’ asal Kaltim yang diduga terlibat dalam praktik tersebut.
Kilas Balik
KPK menangkap Rita Widyasari pada 2017. Saat itu Rita sedang menjalani masa jabatan keduanya sebagai bupati Kutai Kartanegara.
Rita menjabat sebagai bupati Kutai Kartanegara pada 2010 dan terpilih kembali pada 2015.
Kemudian, pada 10 Oktober 2017, Rita diganti oleh wakilnya, Edi Damansyah, setelah KPK menahan Rita dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Rita kala itu sedang menjalani hukuman untuk kasus gratifikasi, yakni pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 600 juta.
Pada sidang 6 Juli 2018, hakim juga mencabut hak politiknya selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman.
Rita terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari bos PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun atau Abun untuk pemberian izin pembukaan lahan kelapa sawit di Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara.
Selain itu, jaksa menyatakan Rita Widyasari terbukti menerima gratifikasi bersama dengan Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin sebanyak Rp 110 miliar.
Saat ini KPK juga sedang menyelidiki kasus Rita lainnya yang berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dugaan pencucian uang tersebut merupakan bagian dari pengembangan perkara gratifikasi yang menyeret Rita.
(Red)