ABC NEWS – April 2025 menjadi episode memuncaknya perang dagang Cina Vs Amerika Serikat (AS). Kebijakan Presiden Donald Trump menaikan tarif impor berdampak pada keguncangan ekonomi global.
Pengertian resiprokal tarif oleh Trump artinya ‘mereka melakukannya kepada kita dan kita melakukannya pada mereka’.
Trump ingin menyamakan kedudukan dengan negara lain yang membebankan tarif lebih tinggi ke AS daripada yang dilakukan sebaliknya.
Misalnya Jerman membebankan tarif lebih tinggi untuk kendaraan buatan AS. Sebaliknya Washington memberikan tarif lebih rendah untuk mobil keluaran Jerman.
Pemerintah Indonesia harus memahami bahwa, kebijakan tarif Trump bukan semata-mata tentang tarif dalam pengertian ekonomi yang biasa kita pelajari, tetapi lebih sebagai instrumen geopolitik.
Indonesia sebenarnya memiliki posisi tawar yang kuat dalam konteks geopolitik, terutama karena letak strategis wilayah perairan kita.
Strategi Cina dalam hal ini sepertinya patut untuk kita tiru.
Sementara para pakar di AS berpendapat, tujuan penerapan tarif resiprokal ini bukan untuk mengalihkan produksi ke AS atau pemasukan negara.
Sebaliknya sebagai cara untuk membuat kesepakatan dagang yang disetujui pemerintahan Trump.
Jika asumsi pendapat tersebut benar, maka ada peluang indonesia melakukan negosiasi dengan pemerintah amerika.
Penulis sependapat dengan ekonom sekaligus Guru Besar Universitas Andalas Syafruddin Karimi.
Karimi yang mendapatkan gelar doktornya di Florida State University ini mengatakan jika Indonesia ingin tampil lebih strategis, maka pemerintah bisa membuka koridor tarif nol.
Kata Karimi, “Artinya, kita menawarkan tarif nol untuk ekspor dari AS ke Indonesia, dan pada saat yang sama kita meminta perlakuan tarif nol terhadap ekspor kita ke AS.”
Menurut dia, dalam kaitan itu, Indonesia tidak perlu mengirim delegasi besar ke Washington untuk melakukan negosiasi panjang dengan Trump.
Karimi bilang, “Pemerintah cukup menyatakan tarif yang setara atau equal tariff rate dan menyatakan dukungan terhadap semangat perdagangan yang adil (fair trade) sebagaimana diklaim oleh Trump.”
Terkait konteks ini, strategi tersebut merupakan dominant strategy bagi Indonesia.
Karimi memberikan pandangan bahwa pemerintah harus mengambil langkah lebih awal (first move), merumuskan terlebih dahulu kepentingan nasional yang ingin dicapai, dan secara terbuka menyampaikan tawaran yang jelas kepada AS.
Pemerintah cukup membaca keinginan dan arah kebijakan Trump yang telah diumumkan secara publik, lalu secara proaktif merespons dengan pendekatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Pemerintah dapat melakukan pendekatan equal tariff rate dan zero tariff corridor. Sebab, itu adalah cerminan dari diplomasi yang asertif namun konstruktif.
Melalui cara itu Indonesia tidak terjebak dalam perang dagang antara Cina Vs AS yang merugikan semua pihak.
Indonesia justru berpeluang memosisikan diri sebagai aktor yang mendorong fair trade dengan argumentasi yang logis dan berbasis keadilan.
Pernyataan Karimi, strategi ini tidak hanya responsif terhadap tekanan Trump, tetapi juga membuka peluang untuk redefinisi posisi Indonesia dalam arsitektur ekonomi global.
Namun langkah ini harus diikuti dengan reformasi struktural dalam negeri yang akan memperkuat reseliensi ekonomi Indonesia dan membuka jalan menuju kemitraan global yang lebih berimbang.
Reformasi struktural pada dasarnya adalah:
- Reformasi ekonomi, ini bisa mencakup deregulasi, privatisasi, reformasi pasar tenaga kerja, reformasi pajak, dan reformasi sistem keuangan.
- Reformasi politik, mencakup reformasi sistem pemilu, reformasi birokrasi, dan reformasi hukum.
- Reformasi sosial, mencakup reformasi pendidikan, reformasi kesehatan, dan reformasi jaminan sosial.
Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Noudhy Valdryno mengatakan, Presiden Prabowo telah menyiapkan langkah mitigasi untuk tarif impor oleh Donald Trump kepada Indonesia.
Presiden sudah sejak jauh-jauh hari mempersiapkan tiga gebrakan besar untuk menghadapi berbagai gejolak perubahan kebijakan global.
Tiga gebrakan yang dimaksud antara lain memperluas mitra dagang Indonesia, mempercepat hilirisasi sumber daya alam, dan memperkuat resiliensi konsumsi dalam negeri.
Noudhy menuturkan, perluasan mitra dagang Indonesia dilakukan dengan mengajukan keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan), sebuah kelompok ekonomi yang mencakup 40 persen perdagangan global.
Menghadapi tantangan global, termasuk kebijakan tarif baru AS, Presiden Prabowo menunjukkan ketajaman melihat dinamika geopolitik.
Indonesia juga telah menandatangani perjanjian seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dengan 10 negara Asean dan Australia, Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
Ketajaman Presiden Prabowo juga dapat dilihat melalui kebijakan pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara yang dirancang untuk mempercepat hilirisasi sumber daya alam strategis di Indonesia.
BPI Danantara akan mendanai dan mengelola proyek hilirisasi di sektor-sektor utama seperti mineral, batu bara, minyak bumi, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan.
Namun untuk memanfaatkan Game War of Trade antara Cina Vs AS menjadi peluang bagi Indonesia, maka selain yang penulis uraikan serta tiga gebrakan presiden, maka dibutuhkan ketegasan pemerintahan Prabowo.
Ketegasan itu mencakup memberantas korupsi sampai ke dalang dan ke akar-akarnya, mewujudkan kepastian hukum, serta menjaga demokrasi dengan nilai-nilai supremasi sipil, agar Indonesia tidak terjebak dan masuk kelorong gelap yang mungkin bisa menjadi negara gagal.
Penulis: Nanda Abraham
Pengamat ekonomi dan politik