ABC NEWS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan dua tersangka dalam kasus jual beli gas antara PT PGN Tbk dan PT Inti Alasindo Energi (IAE) pada hari ini, Jumat (11/4).
Kedua tersangka yang resmi ditahan KPK sore ini adalah mantan Direktur Komersial PGN Danny Praditya dan Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4), bilang, “Dilakukan penahanan terhadap tersangka ISW (Iswan Ibrahim) dan tersangka DP (Danny Praditya) di Cabang Rumah Tahanan dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Jakarta Timur selama 20 hari terhitung mulai tanggal 11 April 2025 sampai dengan tanggal 30 April 2025.”
Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, pada 19-20 Juni 2024, tim KPK juga telah melakukan penggeledahan ke sejumlah lokasi terkait kasus tersebut.
Menurut juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto pada 21 Juni 2024, ada tiga lokasi yang telah digeledah.
Penyidik KPK menggeledah dua rumah mantan pegawai PGN inisial AM dan HJ serta rumah mantan direksi PT PGN inisial DSW.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, inisial AM adalah Adi Munandir selaku Head of Marketing Direktorat Komersial PGN periode 2015–2018.

Sementara inisial HJ adalah Heri Jusuf, mantan sekretaris perusahaan PGN yang kini duduk sebagai sekretaris perusahaan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) alias MIND ID.

Sedangkan mantan direksi PGN inisial DSW yang disebut adalah Dilo Seno Widagdo, kini menjabat sebagai direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID.

Kemudian, KPK juga pernah memeriksa Jobi Triananda, mantan direktur utama (dirut) PGN periode 2017–2018, saat ini dipercaya sebagai dirut PT Sucofindo.

Sekedar informasi, rumor yang beredar para mantan petinggi PGN tersebut disinyalir merupakan ‘kepanjangan tangan’ atau ‘orang-orang kepercayaan’ dari Hendi Prio Santoso, mantan dirut PGN untuk periode Juni 2008 hingga April 2017.
Konon, karier mereka bisa melejit di PGN karena tidak lepas dari adanya campur tangan dari Hendi Prio.
Perlu diketahui, Hendi duduk di PGN sejak Mei 2007, saat dia didapuk sebagai direktur Keuangan hingga Juni 2008, sebelum akhirnya dipercaya sebagai dirut PGN.

Setelah dari PGN, Hendi kemudian duduk sebagai dirut PT Semen Indonesia Tbk sejak September 2017 hingga Agustus 2024.
Kemudian ia dipercaya sebagai dirut MIND ID sejak November 2021 sebelum akhirnya dicopot pada 3 Maret lalu dan digantikan oleh Maroef Sjamsoeddin, sosok purnawiran TNI yang dikenal cukup bersih.
Perlu diketahui, Danny Praditya juga pernah duduk sebagai direktur Operasi dan Portofolio di MIND ID sejak 2021, sebelum kemudian menjabat dirut PT Inalum (Persero) dan akhirnya dicopot pada Juli 2024.
Danny juga sempat dipercaya sebagai salah satu komisaris independen di PT Timah Tbk.
Kronologis
Asep Guntur mengungkapkan, kasus tersebut berawal saat tersangka Danny Praditya pada Agustus 2017 menawarkan kepada sejumlah trader gas untuk menjadi local distributor company (LDC) di PGN. Salah satu trader gas itu adalah PT Isargas, induk PT IAE.
Danny kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menjalin kerja sama dengan PT IAE untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas.
Pihak Isargas kemudian menyampaikan kepada Danny soal permintaan uang muka/advance payment sebesar USD 15 juta soal pembelian gas PT IAE oleh PGN.
Isargas pun menawarkan kepada PGN peluang untuk mengakuisisi sebagian hingga seluruh saham perusahaan itu. Kemudian uang muka tersebut digunakan untuk membayar utang PT Isargas kepada pihak lain.
Padahal pihak lain tersebut tidak berhubungan dengan perjanjian jual beli gas dengan PGN. Misalnya, kepada PT Pertagas Niaga, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Isar Aryaguna.
Perlu diketahui, gas yang akan dijual PT IAE ke PGN berasal dari alokasi gas bumi Husky Cnooc Madura Ltd. (HCML).
Rencana penyerapan gas PT IAE itu pada 2017 sebesar 10 million standard cubic feet per day (MMSCFD), 15 MMSCFD pada 2018, dan 40 MMSCFD pada 2019.
Kemudian, Danny dan Iswan Ibrahim pada 2 November 2017 meneken sejumlah dokumen meliputi kesepakatan bersama, perjanjian jual beli gas (PJBG), kesepakatan bersama pembayaran di muka serta kesepakatan bersama pemanfaatan infrastruktur.
Selanjutnya, pada 9 November 2017, PGN atas perintah Danny membayar uang muka USD 15 juta ke PT IAE sebagaimana invoice yang telah dikirimkan sebelumnya.
Kata Asep Guntur, “Untuk membayar kewajiban atau hutang PT IAE dan/atau ISARGAS grup kepada pihak-pihak sebagai berikut yang tidak berkaitan dengan kegiatan jual beli gas dengan PT PGN.”
Niat jahat itu mulai terlihat saat uang muka itu lalu tetap dibayarkan PGN ke PT Isargas, kendati Iswan mengetahui bahwa pasokan gas bumi PT IAE dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak PJBG yang telah diteken.
Setelah memberikan uang muka jual beli gas itu, PGN justru diingatkan pada 2018 oleh dua konsultan publik yang dipekerjakan mereka, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra, bahwa Isargas Grup dinyatakan tidak layak untuk diakuisisi.
Lalu, pada 2 Desember 2020, kepala BPH Migas saat itu, M Fanshurullah Asa, juga mengirimkan surat kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM bahwa tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN.
Alasannya, karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM No.6/2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.
Teguran juga sudah disampaikan oleh komisaris utama PGN saat itu, Arcandra Tahar, pada 18 Februari 2021. Archandra berkirim surat kepada dirut perseroan ihwal saran dewan komisaris kepada direksi agar dilakukan pemutusan kontrak serta upaya hukum atas uang muka yang dibayarkan ke PT IAE.
Seperti diketahui akhirnya, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Transaksi Jual beli Gas antara PT PGN dan PT IAE tahun 2017-2021 dengan Nomor: 56/LHP/XXI/10/2024, tanggal 15 Oktober 2024, terjadi kerugian negara sebesar USD 15 juta, atau setara Rp 252 miliar sesuai kurs Jisdor BI Rp 16.805.
Keterangan Asep, selama proses penyidikan KPK telah memeriksa sebanyak 75 orang termasuk ahli dari BPK.
Tim penyidik juga telah menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektronik serta uang USD 1 juta.
Langkah KPK mengusut tuntas kasus tersebut saat ini terus ditunggu publik. KPK harus bisa membongkar siapa otak di balik kasus korupsi tersebut yang sepertinya memang sengaja didesain untuk menggarong keuangan BUMN seperti PGN.
(Red)