ABC NEWS – Tahun ini manajemen PT Bukit Asam Tbk menyiapkan anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) hingga Rp 7,2 triliun.
Hal itu dikatakan Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail saat paparan publik di Jakarta, Senin (14/4).
Kata dia, “Sebagian besar capex bakal didanai dari pembiayaan eksternal. Sisanya,akan ditutup dari kas internal. Bergantung nanti besaran dividend payout ratio.”
Menurut Arsal, sebagian besar capex nantinya akan dialihkan untuk pembiayaan proyek pengembangan angkutan batu bara Tanjung Enim-Kramasan.
Proyek tersebut diharapkan tuntas dikerjakan pada kuartal III-2026. Arsal mengklaim bahwa perseroan memiliki kemampuan keuangan yang baik untuk mendanai proyek ekspansi angkutan batu bara tersebut.
Rencanannya, proyek ekspansi ini akan menambah kapasitas angkutan batu bara Bukit Asam ke level 20 juta ton per tahun nantinya.
Arsal bilang, “Kalau secara debt equity ratio di PTBA itu baru 0,6, itu masih jauh di bawah, masih punya ruang kalau kita mau melakukan pinjaman untuk menyelesaikan capex.”
Di satu sisi, laba bersih Bukit Asam tahun lalu anjlok di tengah adanya kenaikan pendapatan.
Laporan keuangan perseroan menunjukkan, laba bersih Bukit Asam pada 2024 tercatat sebesar Rp 5,1 triliun.
Angka ini turun 16,41 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 6,1 triliun.
Sementara dari sisi top line, Bukit Asam mampu mencatat kenaikan pendapatan 11,11 persen secara tahunan menjadi Rp 42,76 triliun pada 2024.
Namun, beban pokoknya naik 17,83 persen secara tahunan menjadi Rp 34,56 triliun.
Kondisi itu menyebabkan laba kotor Bukit Asam turun 10,43 persen secara tahunan menjadi Rp 8,2 triliun.
Bukit Asam juga mencatat kenaikan beban umum dan administrasi 7,31 persen secara tahunan menjadi Rp 2,08 triliun.
Beban penjualan perseroan bahkan naik 20,21 perseroan menjadi Rp 789,02 miliar dari sebelumnya Rp 656,36 miliar.
Kemudian, penghasilan lain-lain Bukit Asam pun susut 50,28 persen secara tahunan menjadi Rp 317,41 miliar.
Kondisi itu menyebabkan laba usaha Bukit Asam turun 21,52 persen secara tahunan menjadi Rp 5,65 triliun.
(Red)