ABC NEWS – Ada dua kendala yang dihadapi manajemen PT Bukit Asam Tbk terkait rencana perseroan mengakuisisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PT PLN (Persero).
Hal itu dikatakan Direktur Pengembangan Usaha Bukit Asam Rafli Yandra di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kata dia, “Kendala pertama, kami belum menerima laporan uji tuntas atau due dilligence berdasarkan data yang termutakhir, atau laporan kuartal IV-2024, dari PLN.”
Rafli bilang, “Kedua, PLN belum bisa menemui waiver dari PP 15 dan PMK 56, sehingga belum didapatkan kepastian pascaakuisisi ini.”
Namun, ujar Rafli, secara teknis PLTU Pelabuhan memang layak untuk diakuisisi. Perseroan pun sudah melakukan evaluasi untuk mencaplok aset pembangkit batu bara itu dari PLN.
Hingga saat ini, imbuh dia, Bukit Asam masih menanti kepastian dari PLN ihwal rencana akuisisi tersebut.
Penjelasan Rafli, jika Bukit Asam mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk melanjutkan program Total Investment Requirement (TIR) dari PLN, melalui skema akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu, maka terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi.
“Misalnya, keterhubungan pendanaan yang kompetitif, kemudian PLN juga bisa menemui waiver PMK 56 untuk mendapatkan insentif. Itu mengenai Pelabuhan Ratu,” jelas dia.
Perlu diketahui, rencana pengalihan PLTU Pelabuhan Ratu milik PLN kepada Bukit Asam masih berlanjut.
Bukit Asam mengambil sikap untuk mendukung terlaksananya program pemerintah terkait dengan program Energy Transition Mechanism (ETM) di Indonesia.
Salah satu bagian yang akan dilakukan dalam transisi itu adalah, melakukan pemadaman lebih awal terhadap operasi beberapa pembangkit listrik milik PLN, salah satunya adalah PLTU Pelabuhan Ratu.
Di satu sisi, PLN dan Bukit Asam telah meneken perjanjian kerangka dan pokok kesepakatan utama terkait akselerasi pengakhiran lebih awal PLTU berkapasitas 3×350 MW tersebut dalam rangkaian agenda SOE International Conference di Bali pada 18 Oktober 2022.
(Red)