ABC NEWS – Penahanan mantan Direktur Komersial PT PGN Tbk Danny Praditya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kejahatan korupsi jual beli gas antara PGN dan PT Inti Alasindo Energi harus dijadikan momentum bagi manajemen dan pemerintah untuk melakukan bersih-bersih.
Pembersihan yang dilakukan terkait struktur organisasi. Tujuannya, agar kasus korupsi tidak terjadi kembali dan sekaligus memastikan agar kasus lainnya juga bisa segera maju ke ranah hukum.
Perlu dipahami, banyaknya kasus fraud yang terjadi di PGN tampaknya hasil dari perencanaan terstruktur yang disiapkan untuk merampok kekayaan BUMN tersebut.
Caranya, dengan melalui berbagai aksi korporasi yang seolah-olah strategis dan penting padahal sebenarnya hanya pepesan kosong dan malah merugikan perusahaan.
Harus diingat, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2017-2022 ditemukan adanya 16 kasus fraud yang berpotensi merugikan PGN hingga Rp 20 triliun.
Bisa dibayangkan besarnya tambahan nilai kerugian yang akan ditemukan BPK jika periode pemeriksaan dirunut sejak 2012 atau bahkan lebih jauh lagi.
Publik mesti mahfum, persiapan perampokan aset di PGN dimulai secara matang dan terencana.
Langkah pertama, menempatkan orang-orang dari luar dan dalam perusahaan untuk menduduki tempat-tempat strategis dan sekaligus menyingkirkan pejabat serta pegawai perusahaan yang menduduki tempat penting namun dianggap tidak mau bekerja sama.
Kemudian, setelah seluruh bidak catur menduduki posisinya, maka permainan bisa dikendalikan tanpa perlawanan berarti.
Berikutnya, mereka yang taat dan patuh akan mendapat kenaikan jabatan dan terus dipromosikan untuk menempati posisi penting yang terus bertambah seiring dengan makin banyaknya muslihat yang telah dan akan dilakukan.
Demi menjaga kerahasiaan dan keamanan, para kaki tangan perampok ini terus dipertahankan dan dipromosikan disejumlah posisi strategis perusahaan.
Tujuan utamanya, agar perampokan yang dilakukan tidak terendus aparat. Ironi, saking percaya dirinya mereka bahkan menganggap bahwa BUMN seolah-olah sudah menjadi perusahaan keluarga.
Inilah yang terjadi pada Danny Praditya. Ia merupakan orang luar PGN yang kemudian dipercaya oleh Hendi Prio Santoso, mantan direktur utama (dirut) PGN 2008-2017, sebagai direksi anak usaha PGN.
Hendi Prio menunjuk Danny Praditya sebagai dirut PT Gagas Energi Indonesia, anak usaha PGN Tbk, sejak Mei 2013 hingga April 2016, atau selama tiga tahun.
Kemudian, Danny dipromosikan menjadi direksi di PGN sejak April 2016 hingga Agustus 2019, atau tiga tahun lima bulan.
Bersamaan dengan ‘keberhasilannya’ di PGN, saat Hendi Prio diangkat menjadi dirut PT Mineral Industri Indonesia (Persero) alias MIND ID pada 29 Oktober 2021, Danny pun ikut ‘diboyong’ oleh Hendi Prio.
Danny Praditya dengan mulusnya duduk sebagai direktur Operasi dan Portofolio MIND ID. Danny juga sempat dipercaya sebagai salah satu komisaris independen di PT Timah Tbk.
Pada Maret 2023, Danny melanjutkan kariernya sebagai direktur utama PT Inalum (Persero) sebelum dicopot pada Juli 2024.
Sayangnya, lompatan karier Danny Praditya terpaksa harus dihentikan KPK. Saat masih duduk sebagai dirut Inalum, KPK telah menetapkan kasus tersangka kepada Danny Praditya di kasus PGN.
Harap dipahami, Danny tidak sendirian. Masih banyak cerita Danny-Danny lainnya yang masih bercokol d PGN maupun di MIND ID yang saat ini masih duduk dijabatan strategis dan penting di PGN maupun MIND ID.
Promosi Jabatan
Khusus di PGN, untuk kasus jual beli gas yang mencatatkan kerugian negara hingga USD 15 juta atau sekitar Rp 252 miliar, diduga para aktor dan aktris yang berperan pada aksi korporasi ini mendapatkan penilaian dan promosi yang fantastis.
Konon mereka yang berhasil mendapatkan kenaikan jabatan dan menduduki posisi penting diduga dengan cara ikut memuluskan dan mengamankan aksi perampokan tersebut.
Mereka sempat dipanggil beberapa kali oleh KPK sebagai saksi. Anehnya, meskipun manajemen PGN mengetahui hal tersebut, mereka seakan tutup mata.
Adapun yang sempat dipanggil KPK adalah, Direktur SDM dan Penunjang Bisnis PGN Rachmat Hutama dan Kepala Divisi Government Relations Sunanto.
Kemudian, Kepala Divisi Corporate Sales Reza Maghraby, Kepala Divisi LNG Supply Octavianus Lede Mude Ragawino, dan Group Head Engineering & Technology Suseno.
Bahkan, konon nama Suseno digadang-gadang akan menjadi salah satu direksi di PGN dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) yang akan digelar tidak lama lagi.
Nama-nama tersebut hingga kini masih bisa duduk manis manja tanpa ada sanksi apa pun dari manajemen PGN.
Padahal, patut diduga, mereka sangat mengetahui aksi jahat korupsi tersebut. Kalau mereka tidak mengetahui, tidak mungkin KPK sampai memanggil mereka.
Semestinya manajemen PGN mengambil tindakan tegas terhadap mereka. Mereka harus diberikan sanksi dan dicopot dari jabatan pentingnya di PGN.
Patut dicurigai, dengan kekuasaan dan jabatan mereka saat ini, patut diduga mereka masih mampu mengendalikan dan menghentikan setiap upaya untuk membongkar kasus-kasus penggelapan yang ada d PGN.
PT Pertamina (Persero) sebagai holding BUMN energi yang membawahi PGN semestinya harus bertindak cepat.
Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri semestinya mengambil langkah cepat dan strategis untuk mencegah pembusukan yang sedang terjadi di PGN semakin parah.
Iriawan dan Simon bisa segera menurunkan tim internal auditor dari Pertamina ke PGN. Tim ini ditugaskan untuk mencari dan menghentikan konprador-komprador busuk yang ada di PGN.
Pencarian bisa dimulai dengan memeriksa para saksi yang telah dipanggil KPK yang juga adalah pejabat maupun karyawan PGN.
Kegiatan bersih-bersih yang dilakukan di PGN dapat kembali memperbaiki citra Pertamina sebagai ‘juara BUMN terkorup’ saat ini dan sekaligus membangun citra positif manajemen baru Pertamina di bawah kepemimpinan Iriawan dan Simon.
Semoga ke depannya PGN bisa menjadi bagian dari BUMN yang lebih baik dan sehat serta tidak ada lagi kasus-kasus korupsi lainnya.
(Red)