ABC News – Menteri BUMN Erick Thohir mesti mengambil sikap tegas, dalam hal ini kepada jajaran komisaris dan direksi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) alias Pelindo terkait peristiwa ‘kemacetan horor’ yang terjadi di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Sikap tegas itu bisa berupa pencopotan jajaran komisaris dan direksi agar hal serupa tidak terulang kembali.
Langkah tegas itu penting sebagai bentuk akuntabilitas dan pembenahan sistemik, agar ke depan tidak terjadi kelalaian serupa.
Bahkan, sopir truk kontainer yang tergabung dalam Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) sempat menggelar aksi long march di Tanjung Priok pada Minggu (20/4).
Para sopir truk tersebut memprotes kemacetan yang terjadi selama berhari-hari sejak Kamis (17/4).
Bahkan, selain anggota FBTPI, perwakilan dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KBPI) juga turut berpartisipasi.
Para sopir tersebut juga memegang spanduk bertuliskan ‘Pecat Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia Persero (Pelindo), New Priok Container Terminal One (NPCTI), Multi Terminal Indonesia’.
Awal mula kemacetan terjadi pada Kamis (17/4), kemudian berlanjut pada Jumat (18/4).
Kendaraan di Jalan Yos Sudarso berjalan lambat dan terkadang berhenti untuk beberapa saat hingga malam hari. Media sosial pun diramaikan oleh keluhan para pengendara.
Pihak Pelindo dalam konferensi pers, Jumat (18/4), berdalih bahwa kemacetan yang meluas ke mana-mana ini disebabkan adanya tiga kapal yang bongkar muat di luar jadwal.
Executive Director Regional 2 Pelindo Drajat Sulistyo bilang, “Peningkatan volume ini didominasi di satu terminal, yaitu namanya NPCT 1. NPCT 1 ini kedatangan kapal yang seharusnya kapal ini sudah datang satu minggu lalu.”
Drajat juga berkata, “Ada tiga kapal yang sandar, itu nama kapalnya MSC Adu V, Ever Balmy, dan satu lagi Starship Venus. Ini tiga kapal ini memang kapal yang harusnya, yang dua itu datang minggu lalu, yang satunya lagi harusnya datang 24 jam sebelumnya.”
Penjelasan dia, ketiga kapal itu sandar di luar jadwal yang sudah ditentukan. Akibatnya, kehadiran tiga kapal tersebut menambah volume bongkar muat di Pelabuhan NPCT 1.
Dalih Drajat, “Dengan dampak adanya kapal yang sandar tidak di waktu yang memang sudah ditentukan, karena kapal kontainer ini window, sehingga menambah volume di masa atau di waktu yang memang tidak seharusnya.”
Dia melanjutkan, “Jadi total ini ada penambahan karena impact ada keterlambatan yang seharusnya minggu lalu.”
Sebagai informasi, Pelabuhan Tanjung Priok memiliki total kapasitas bongkar muat antara 6 juta hingga 8-12 juta TEUs (twenty-foot equivalent units) per tahun.
Sementara itu, NPCT 1, terminal yang menjadi titik kemacetan akibat kedatangan tiga kapal secara bersamaan, hanya memiliki kapasitas sekitar 1,5 juta TEUs per tahun, dengan kemampuan penanganan truk kontainer sekitar 2.500 unit per hari.
Sebaliknya, Terminal UPK1 memiliki kapasitas sekitar 1,5 hingga 1,6 juta TEUs per tahun dan juga mampu melayani hingga 2.500 truk kontainer per hari.
Sementara itu, UTPK-Koja memiliki kapasitas sekitar 900 ribu\ hingga 1 juta TEUs per tahun, dengan kapasitas truk kontainer mencapai sekitar 1.300 unit per hari.
Mempertimbangkan kapasitas tersebut, pembagian beban bongkar muat seharusnya bisa dilakukan secara lebih merata.
Jika ketiga kapal tersebut dialihkan atau dibagi ke UPK1 dan UTPK-Koja, distribusi arus peti kemas kemungkinan besar bisa lebih lancar.
Hal itu juga dapat mencegah penumpukan truk kontainer di satu titik, khususnya di NPCT 1, sehingga kemacetan parah seperti yang terjadi pada Kamis, 17 April 2025, dapat dihindari.
Pengamat kebijakan publik Sugiyanto Emik menegaskan, seharusnya pihak Pelindo menyiapkan contigency plan atau rencana darurat.
Hal itu penting untuk menghindari situsasi yang tak terduga yang dapat menggangu oprsional atau bisnis, termasuk macet total di pelabuhan Tanjung Priok.
Emik lantang bicara, “Saya memandang perlu adanya tindakan tegas berupa pergantian total jajaran direksi, komisaris, serta pihak-pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kemacetan ini.”
(Red)