ABC NEWS – Manajemen PT Freeport Indonesia (PTFI) memastikan bahwa perusahaan akan tetap membayar royalti dengan tarif naildown.
Hal itu sesuai dengan kesepakatan dalam izin usaha pertambangan khusus (IUPK) hingga masa berlakunya habis pada 2041.
Penerapan royalti dengan tarif naildown membuat PTFI tidak akan membayar royalti sesuai dengan besaran tarif yang baru di dalam Peraturan Pemerintah No 19/2025.
Regulasi tersebut terbit pada 15 April 2025, dan berlaku efektif per 26 April 2025.
VP Corporate Communications PTFI Katri Krisnati dalam keterangan, Senin (21/4), bilang, “Seperti yang sempat disampaikan, PTFI sesuai IUPK.”
Sekilas info, tarif royalti berdasarkan kesepakatan IUPK PTFI untuk tembaga, emas, dan perak masing-masing sebesar 4 persen, 3,75 persen, dan 3,25 persen serta bersifat naildown atau tetap hingga masa berlaku IUPK habis.
Perbandingannya, tarif royalti tembaga dalam PP No 19/2025 kisarannya 15 persen hingga 17 persen.
Sedangkan untuk konsentrat tembaga 7,5 persen hingga 10 persen, dan katoda tembaga 5 persen hingga 7 persen.
Sementara itu, royalti emas dan perak masing-masing 10 persen hingga 16 persen dan 5 persen.
Di satu sisi, PTFI melaporkan telah menyetorkan sekitar Rp 7,73 triliun bagian pemerintah pusat dan daerah atas keuntungan bersih perusahaan pada periode 2024.
Setoran itu terbagi untuk pemerintah pusat Rp 3,1 triliun dan pemerintah daerah Rp 4,63 triliun.
Rinciannya, setoran ke Pemerintah Provinsi Papua Tengah Rp 1,16 triliun dan Pemerintah Kabupaten Mimika Rp 1,92 triliun.
Kemudian, Kabupaten Nabire, Paniai, Puncak, Puncak Jaya, Dogiyai, Deiyai, dan Intan Jaya masing-masing Rp 221,2 miliar.
Total tujuh kabupaten lain di Provinsi Papua Tengah menerima sekitar Rp 1,55 triliun.
(Red)