ABC NEWS – PT Bank Central Asia Tbk alias BCA hingga per 31 Desember 2024 secara konsolidasi memiliki total utang atau liabilitas hingga mencapai Rp 1.186,66 triliun.
Rinciannya, liabilitas giro Rp 361,88 triliun, tabungan Rp 562,09 triliun, deposito Rp 209,63 triliun, uang elektronik Rp 1,3 triliun, dan liabilitas kepada Bank Indonesia Rp 577 juta.
Kemudian, liabilitas kepada bank lain Rp 3,66 triliun, liabilitas spot dan derivatif/forward Rp 257,61 miliar, dan Liabilitas atas surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo) Rp 1,33 triliun.
Lalu, liabilitas akseptasi Rp 4,65 triliun, surat berharga yang diterbitkan Rp 500 miliar, pinjaman/pembiayaan yang diterima Rp 2,24 triliun, setoran jaminan Rp 275,89 miliar, liabilitas lainnya Rp 38,57 triliun, serta Kepentingan non-pengendali (non-controlling interest) Rp 194,467 miliar.
Liabilitas bank adalah kewajiban keuangan bank kepada pihak lain, terutama simpanan nasabah. Liabilitas bank mencakup berbagai bentuk kewajiban, seperti simpanan jangka pendek dan jangka panjang, obligasi, dan kewajiban lainnya.
Secara sederhana, liabilitas bank adalah segala bentuk utang atau kewajiban yang harus diselesaikan oleh bank kepada pihak lain.
Di satu sisi, pada periode dan tahun yang sama, BCA memiliki total aset hingga Rp 1.449,3 triliun.
Sementara itu, BCA dan entitas anak membukukan total kredit Rp 941 triliun per Maret 2025, naik 12,6 persen secara tahunan (yoy).
Pertumbuhan kredit ini ditopang ekspansi pembiayaan di berbagai sektor, disertai pertumbuhan pendanaan berkelanjutan.
Pendanaan inti giro dan tabungan (CASA) tumbuh 8,3 persen yoy mencapai Rp 979 triliun, atau sekitar 82 persen total dana pihak ketiga (DPK).
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam keterangan tertulis Kamis (24/4), bilang, “Momentum Ramadan dan Idulfitri tahun ini berdampak positif bagi penyaluran kredit BCA hingga Maret 2025.”
Perlu diketahui, pertumbuhan pembiayaan BCA ditopang kredit korporasi yang naik 13,9 persen yoy menjadi Rp 443,4 triliun.
Kredit komersial tumbuh 9,9 persen yoy mencapai Rp 137,4 triliun. Penyaluran kredit UKM tumbuh 12,9 persen hingga Rp 124,5 triliun.
Berikutnya, kredit konsumer naik 11,3 persen yoy menjadi Rp 225,7 triliun, ditopang KPR BCA yang tumbuh 10,5 persen yoy hingga Rp 135,3 triliun.
Selanjutnya, kredit kendaraan bermotor (KKB) tumbuh 12,3 persen yoy menjadi Rp 67,1 triliun, serta outstanding pinjaman konsumer lainnya (sebagian besar kartu kredit) naik 13,9 persen yoy hingga Rp 23,3 triliun.
Manajemen BCA juga mengklaim penyaluran kredit ke sektor-sektor berkelanjutan tumbuh 19 persen yoy menyentuh Rp 235 triliun. Nilai ini sekitar 25 persen dari total portofolio pembiayaan.
Total DPK BCA naik 6,5 persen yoy mencapai Rp 1.193 triliun. Dana CASA menjadi kontributor utama pendanaan BCA seiring dengan meningkatnya volume transaksi.
Frekuensi transaksi BCA secara menyeluruh tumbuh 19 persen yoy mencapai 9,9 miliar. Frekuensi transaksi mobile dan internet banking BCA mencapai 8,8 miliar, naik 22,2 persen yoy.
Terkait segi penerimaan, pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) BCA tumbuh 7,1 persen yoy menjadi Rp 21,1 triliun.
Pendapatan selain bunga naik 8,1 persen yoy mencapai Rp 6,8 triliun, sehingga total pendapatan operasional Rp 27,9 triliun tumbuh 7,4 persen persen.
BCA juga menjelaskan bahwa rasio cost to income terkelola baik di level 28,5 persen. Kondisi yang sama juga terlihat di rasio loan at risk (LAR) dan NPL yang berada pada tingkat terjaga, masing-masing 6 persen dan 2 persen.
Terakhir, rasio pencadangan NPL dan LAR ada pada level solid, masing-masing 180,5 persen dan 66,5 persen.
(Red)