ABC NEWS – Perekonomian dunia kini sedang mengalami ketidakpastian dan tantangan luar biasa. Hal itu salah satunya ditandai adanya perang dagang yang kian terbuka di antar negara adidaya dan negara berkembang.
Adanya gejolak geopolitik di berbagai belahan dunia yang menimbulkan fluktuasi pasar keuangan juga menambah kondisi yang sengkarut.
Kondisi itu menuntut perlunya seluruh pemangku kepentingan di berbagai negara termasuk Indonesia, untuk berpikir dan bertindak lebih strategis dalam merancang arah pengelolaan investasi yang adaptip dan berorientasi jangka panjang.
Salah satunya dengan pengelolaan investasi negara melalui instrumen Sovereign Wealth Funds (SWF), di mana saat ini Indonesia telah mendirikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara) sebagai lembaga pengelola SWF.
SWF adalah dana investasi milik pemerintah yang didesain untuk mengelola dan menginvestasikan kekayaan negara dalam aset-aset yang beragam, baik di dalam maupun luar negeri.
Dana ini digunakan untuk berbagai tujuan, seperti stabilisasi ekonomi, investasi jangka panjang, dan pembangunan nasional.
Pertanyaan berikutnya adalah, mampukah Danantara kelak menjalankan peran dan strategi investasinya yang dapat mendukung pertumbuhan perekonimian negara di berbagai sektor dan menjadi pilar kesejahteraan bagi rakyat Indonesia?
Tito Sulistio, anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan bahwa sangat penting memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat terkait dengan peran Danantara.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara kunci di seminar yang digelar Perkumpulan Praktisi Jasa Keuangan Indonesia (PPJKI) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Jakarta, baru-baru ini.
Kata Tito, “Tantangan sekaligus peluang investasi begitu terbuka lebar pada saat ini, di mana telah banyak terjadi disrupsi teknologi di berbagai sektor keuangan.
Tito bilang, “Danantaran ke depannya dapat menjadi SWF dan pilar kesejahteraan nasional, jika dikelola dan kembangkan secara tepat.”
Tito meminta semua pihak memberikan kesempatan kepada pengelola Danantaran untuk bekerja.
Pekerjaan awal yang dilakukan Danantara, lanjut dia, menkonsolidasikan semua aset-aset BUMN dan kekayaan lainnya untuk dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, Roy Sembel, pakar bidang keuangan dan investasi, menambahkan, Indonesia dengan potensi jumlah penduduk yang banyak serta sumber daya alam yang begitu melimpah, setidaknya perlu memberdayakan investor ritel dan institusional lokal.
“Agar ini bisa teerjadi, maka Indonesia perlu berpacu dalam menghasilkan SDM yang dapat memiliki daya saing agar dapat menciptakan Indonesia yang adil, makmur serta bermartabat,” ujar dia.
Anggota BP BPKH Indra Gunawan berpendapat, BPKH sebagai salah satu lembaga yang mengelola dana haji sebesar Rp 171 triliun, sangat berkepentingan untuk memperoleh
gambaran atas kondisi global yang saat ini sedang terjadi.
Pendapat Indra, BPKH dapat menjadi acuan Lembaga Pengelola Dana Umat (LPDU) yang dapat menjadi model SWF seiring dengan gagasan menteri Agama yang memiliki visi mengkonsolidasikan dana umat dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) serta potensi dana umat lainnya.
(Red)