ABC NEWS – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 5 Mei lalu baru saja mengeluarkan surat terkait pelaksanaan RUPS dan aksi korporasi anak usaha BUMN.
Surat bernomor S-027/DI/BP/V/2025 tersebut langsung diteken oleh Rosat Perkasa Roeslani selaku kepala badan pelaksana Danantara.
Ada sejumlah instruksi dalam surat tersebut, seperti menunda seluruh rapat umum pemegang saham (RUPS) BUMN dan anak usaha langsung dan tidak langsung BUMN, kecuali BUMN dan anak usaha yang berbentuk perusahaan publik.
RUPS tidak bisa dilakukan sebelum mendapatkan kajian dan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu dari BPI Danantara dan holding operasional.
Kemudian, seluruh kegiatan aksi korporasi, termasuk namun tidak terbatas pada penggabungan, pengambilalihan, pemisahan, investasi, divestasi, dan kontrak jangka panjang yang signifikan, wajib terlebih dahulu mendapatkan kajian menyeluruh dari Danantara dan holding operasional.
Berikutnya, membuat laporan secara berkala dan rutin sesuai kebutuhan korporasi kepada BPI Danantara dan holding operasional.
Raja Suhud Victor, founder and chairman Pewarta Institute, dalam keterangan tertulis kepada ABCNews.co.id, Selasa (13/5), menjelaskan, instruksi Danantara kepada seluruh BUMN non terbuka (bukan perusahaan publik) agar menunda RUPS dan aksi korporasi tanpa berkonsultasi dengan Kementerian BUMN bukan sekadar langkah administratif.
Kata Raja Suhud, “Ini merupakan sinyal tegas pergeseran kekuasaan tata kelola BUMN dari tangan pemerintah ke entitas pengelola aset profesional yang baru dibentuk.”
Dia bilang, “Langkah ini menandai pengambilalihan fungsi strategis yang sebelumnya dipegang oleh Kementerian BUMN.”
Raja Suhud menegaskan, “Jika arah kebijakan dan operasional BUMN non terbuka kini sepenuhnya dikendalikan oleh Danantara, maka keberadaan Kementerian BUMN menjadi dipertanyakan.”
“Kementerian BUMN hari ini lebih menyerupai simbol birokrasi ketimbang pusat kendali bisnis negara. Dalam sistem yang menuntut efisiensi dan akuntabilitas anggaran, situasi ini merupakan tanda bahaya serius,” ujar Raja Suhud.
Menurut Raja Suhud, pembubaran Kementerian BUMN merupakan langkah logis dan perlu. Ada tujuh alasan kenapa Kementerian BUMN harus dibubarkan.
Pertama, fungsi strategis sudah berpindah tangan, di mana kewenangan vital seperti penetapan arah RUPS, restrukturisasi, dan aksi korporasi kini diatur oleh Danantara. Kementerian BUMN kehilangan fungsi pengarah utama.
Kedua, tumpang tindih kewenangan membingungkan dan tidak efisien. Adanya dua entitas dengan fungsi serupa berisiko menimbulkan kebingungan dalam manajemen BUMN, memperlambat proses bisnis, serta menambah ongkos koordinasi.
Ketiga, terlalu mahal untuk sekadar mengelola ‘BUMN sakit’. Jika Kementerian BUMN hanya bertugas merawat BUMN bermasalah, fungsi tersebut lebih tepat diemban oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang memiliki mandat restrukturisasi.
Keempat, beban anggaran tidak seimbang dengan fungsi. Pada 2024, Kementerian BUMN mengelola anggaran sebesar Rp 308 miliar.
Jika lembaga ini dibubarkan, anggaran tersebut dapat dialihkan ke sektor esensial seperti pendidikan atau kesehatan, sambil tetap memperkuat lembaga pengelola aset yang lebih relevan.
Kelima, mengurangi biaya birokrasi bagi BUMN. Banyak BUMN harus melalui proses panjang dan birokratis di kementerian, mulai dari pelaporan hingga persetujuan proyek.
Tanpa kementerian, proses bisnis akan lebih cepat, efisien, dan selaras dengan prinsip tata kelola korporasi modern.
Keenam, model tata kelola BUMN telah berubah. Melalui pendekatan seperti sovereign wealth fund, Danantara mencerminkan model pengelolaan aset berbasis investasi profesional. Ini menandakan perubahan paradigma yang menjadikan struktur kementerian tidak lagi relevan.
Ketujuhm preseden global, di mana tanpa kementerian justru lebih efisien. Negara-negara seperti Singapura (Temasek Holdings) dan Norwegia (Norges Bank Investment Management) telah membuktikan bahwa pengelolaan BUMN lebih efektif bila diserahkan kepada entitas investasi profesional, bukan lembaga birokrasi.
Raja Suhud kembali komentar, “Hadirnya Danantara adalah konsekuensi logis dari arah reformasi BUMN.”
Dia melanjutkan, “Namun, jika perubahan ini tidak diiringi dengan penyederhanaan kelembagaan, maka hanya akan melahirkan duplikasi, inefisiensi, dan pemborosan anggaran negara.”
Raja Suhud kembali lantang bicara, “Membubarkan Kementerian BUMN bukanlah langkah mundur, melainkan upaya adaptasi menuju tata kelola aset negara yang profesional, ramping, dan produktif.”
“Pemerintah perlu segera mengevaluasi relevansi keberadaan kementerian ini demi efektivitas manajemen BUMN dan efisiensi fiskal negara,” tegas dia.
(Red)