ABC NEWS – Manajemen PT Timah Tbk yang baru mengungkapkan bahwa sebanyak 31 persen atau seluas 145.808 hektare (ha) wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) perseroan terkena masalah tumpang tindih dengan sektor lain.
Hal itu dikatakan Direktur Utama Timah Restu Widiyantoro dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Rabu (14/5).
Kata dia, “Sebanyak 31% WIUP tersebut tidak bisa dioperasikan secara maksimal oleh PT Timah karena beririsan dengan dengan kepentingan lain.”
Restu menjelaskan, sebanyak 288.638 ha luas WIUP darat terdampak, di mana 83.102 di antaranya merupakan kawasan hutan produksi sehingga diperlukan pinjam pakai kawasan hutan.
Sementara itu, sebanyak 18.657 ha merupakan area perkebunan kelapa sawit sehingga diperlukan perjanjian penggunaan lahan bersama.
Restu melanjutkan, selain wilayah daratan, sebanyak 184.672 ha WIUP laut PT Timah tumpang tindih dengan sektor lain. Sebanyak 41.406 ha terdampak rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kemudian, sebanyak 2.643 ha tumpang tindih dengan kabel bawah laut sehingga diperlukan koordinasi pemindahan kabel bawah laut.
Komentar Restu, “Termasuk di situ ada jaringan kabel bawah laut yang bukan milik PT Timah, tetapi harus bisa dikerjakan kalau melakukan koordinasi pemindahan kabel apabila memungkinkan dilakukan.”
Direktur Utama PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) Maroef Sjamsoeddin menambahkan, total keseluruhan IUP PT Timah mencapai 600 ribu ha. Sebanyak 288.638 merupakan luas WIUP di darat dan 184.672 ha luas WIUP laut.
Di sisi lain, Restu menerangkan bahwa pihaknya saat ini tidak sepenuhnya bisa mengendalikan operasional pertambangan secara langsung. Terutama, sejak adanya kasus tindak pidana korupsi tata kelola timah.
Dia bilang, “Terutama sejak ada kasus Harvey Moeis dan kawan-kawan. Jadi, memang sekarang hampir operasional perusahaan dikendalikan bukan oleh PT Timah secara langsung. Ini kami akui dan menjadi kewajiban kami nanti.”
(Red)