ABC NEWS – Proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban yang digarap PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) berpotensi mengalami kerugian hingga USD 515,211 juta atau sekitar Rp 8,4 triliun (kurs Rp 16.281)
Potensi kerugian itu ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam dokumen Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (DTT), dikutip Kamis (5/6).
Dokumen itu menunjukan, indikasi kerugian berdasarkan pada dana yang telah dikeluarkan oleh PRPP.
PRPP adalah perusahaan patungan yang didirikan oleh PT Pertamina (Persero) dan Rosneft Singapore Pte Ltd yang terafiliasi dengan perusahaan migas Rusia, PJSC Rosneft Oil Company.
Sekedar informasi, KPI di PRPP memiliki porsi saham sebesar 55 persen, sedangkan sisanya sebanyak 45 persen punya Rosneft Singapura.
Menghitung porsi kepemilikan saham KPI, maka BPK melihat adanya indikasi kerugian yang ditanggung Pertamina mencapai USD 416,34 juta atau sekitar Rp 6,78 triliun.
Laporan BPK tertulis, “Pertamina dan KPI telah merealisasikan dana senilai USD 416,34 juta yang berpotensi merugikan keuangan perusahaan apabila proyek tidak disetujui pelaksanaannya.”
Hasil audit BPK itu tertuang memiliki nomor 68/LHP/XX/12/2024 dengan tarikh 27 Desember 2024.
Adapun penanggung jawab pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan, biaya dan investasi KPI itu adalah Auditor Utama Keuangan Negara VII Novy Gregory Antonius Pelenkahu.
Lembar audit tersebut ikut diparaf oleh Direktur Utama KPI Taufik Adityawarman sebagai pernyataan tanggung jawab pada 31 Januari 2024.
BPK juga mengungkapkan bahwa KPI telah menggelontorkan dana hingga USD 295,51 juta atau sekitar Rp 4,81 triliun untuk pengadaan lahan, pembebasan lahan (early work/land clearing), dan pengembangan lahan (site development).
Keterangan BPK, PRPP telah mengeluarkan dana senilai USD 219,69 juta untuk desain teknik dasar atau basic engineering design (BED), dan pemberi lisensi.
Pengeluaran lainnya adalah, biaya konsultan manajemen proyek, biaya hukum, studi, personel, dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak dapat dikembalikan sampai dengan 31 Desember 2022.
Menurut BPK, potensi kerugian itu berasal dari ketidakpastian kelanjutan proyek GRR Tuban yang telah berlarut-larut. Proyek ini telah diinisiasi sejak 2015.
Sekedar informasi, hingga kini Pertamina bersama dengan Rosneft tidak kunjung mengunci keputusan investasi akhir atau final investment decision (FID) atas proyek megakilang senilai US$20,7 miliar tersebut.
BPK pun melihat bahwa Pertamina belum dapat menggandeng financial advisor untuk memastikan fasilitas pembiayan proyek eksternal bagi proyek ini.
Perlu diketahui, proyek dengan nilai investasi sebesar USD 20,8 miliar itu akan dibiayai lewat equity sebesar 40 persen dan utang sebesar 60 persen.
Rincian untuk komitmen pendanaan terdiri atas Rosneft senilai USD 7 miliar dan Pertamina USD 8,6 miliar.
Lalu, soal porsi modal, bagian Pertamina sebesar USD 4,55 miliar dan Rosneft sebesar USD 3,72 miliar.
Sedangkan sisa pendanaan senilai USD 5,2 miliar akan dibiayai lewat EPC financing.
(Red)