ABC NEWS – Sejumlah investor berminat melakukan investasi di Kawasan Industri Garam Nasional atau K-SIGN seluas 10 ribu hektare (ha) di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Investasi di kawasan tersebut dinilai menarik mengingat pemerintah akan menghentikan impor garam untuk sektor manufaktur mulai awal 2028 melalui Peraturan Presiden No 17 Tahun 2025.
Perlu diketahui, kawasan industri tersebut dibangun dalam rangka program swasembada garam.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menunjuk PT Garam untuk mengoperasikan pabrik milik negara berkapasitas 220 ribu ton per tahun di K-SIGN.
Adanya investor yang tertarik berinvestasi tersebut diungkapkan Direktur Utama PT Garam Abraham Mose di Jakarta, Rabu (11/6).
Keterangan Mose, telah ada tiga hingga empat investor yang menyatakan ketertarikan untuk mendirikan pabrik di K-SIGN Rote Ndao.
Kata dia, “Investor dari luar negeri juga ada yang menghubungi saya. Sebab, penutupan keran impor garam ini mengundang banyak investor untuk membangun pabrik di dalam negeri.”
Mose mengajak industri pengguna garam dan pengolah garam untuk membangun pabrik di K-SIGN.
Namun, biaya pengapalan garam dari K-SIGN Rote Ndao ke industri akan membuat harga garam kebutuhan industri asal dalam negeri tidak kompetitif.
Penjelasan dia, mayoritas industri pengguna garam maupun pengolah garam saat ini masih berlokasi di Pulau Jawa.
Kondisi itu menyebabkan harga garam industri buatan lokal akan meningkat akibat biaya logistik nasional yang masih tinggi.
Data Kementerian Perhubungan menunjukan, biaya logistik masih berkontribusi 14,29 persen dari perekonomian nasional pada tahun lalu.
Jika dibandingkan Singapura, negara itu mencatatkan biaya logistik hanya berkontribusi delapan persen dari roda perekonomian negara tersebut.
Mose menambahkan, pihaknya akan mengoperasikan pabrik senilai Rp 750 miliar secepatnya akhir tahun ini di K-SIGN Rote Ndao.
Pabrik tersebut akan dibangun dengan anggaran negara. Pabrik itu akan menggunakan teknologi Mechanical Vapor Recompression (MVR) yang mempercepat proses penguapan air garam menjadi garam.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP A Koswara menambahkan, harga garam yang diterima pabrikan dari K-SIGN akan sama dengan garam impor.
Koswara menilai, tingginya efisiensi produksi garam dalam K-SIGN akan mengkompensasi biaya logistik nasional.
(Red)