ABC NEWS – Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo atau Rudi Tanoe (BRT), kakak dari dari bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, oleh sebagian pihak diduga akan menjadi tersangka dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) beras di Kementerian Sosial (Kemensos).
Rudi Tanoe diketahui kini duduk sebagai komisaris utama di PT Dosni Roha Logistik dan presiden direktur di PT Dosni Roha Indonesia Tbk
Terkait hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya merespons dengan datar. Seperti diketahui, KPK sudah mengumumkan lima tersangka, namun nama dan identitasnya belum dibuka ke publik. Kelima tersangka tersebut terdiri dari tiga orang dan dua korporasi.
Uniknya, juru bicara KPK Budi Prasetyo tidak membantah atau membenarkan soal Rudi Tanoe yang menjadi salah satu tersangka dalam kasus tersebut.
Budi hanya menjelaskan bahwa penyidik KPK saat ini masih fokus mengumpulkan alat bukti-alat bukti termasuk untuk memeriksa Rudi Tanoe.
Kata Budi singkat di Jakarta, Selasa (19/8), “Ya diperiksa dulu lah.”
Budi bilang, “Adapun dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang dan dua korporasi sebagai tersangka.”
Perlu diketahui, korupsi bansos beras ini disebutkan merugikan negara senilai Rp 200 miliar.
Komentar Budi, “Penghitungan awal oleh penyidik terkait dugaan kerugian keuangan negaranya mencapai kurang lebih Rp 200 miliar.”
KPK pun telah melarang Rudi Tanoe dan tiga orang lainnya bepergian keluar negeri karena terkait dengan kasus ini.
Selain Rudi Tanoe, tiga pihak lain yang dicegah adalah Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Edi Suharto (ES) yang kini menjabat Staf Ahli Menteri Sosial Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial.
Kemudian, Direktur Utama PT Dosni Roha Logistik periode 2018-2022 Kanisius Jerry Tengker (KJT), dan Direktur Operasional PT Dosni Roha Logistik periode 2021-2024 Herry Tho (HT).
Surat larangan atau cegah ke luar negeri ini dikeluarkan sejak 12 Agustus 2025 yang berlaku untuk enam bulan ke depan.

Di sisi lain, situs resmi DNR Corporation menulis, perseroan memulai perjalanan bisnis dari salah satu entitas bisnisnya yaitu PT Dos Ni Roha (DNR Distribution) yang didirikan sebagai perusahaan distribusi produk-produk farmasi dan medis pada 1963.
Selain Rudi Tanoe yang duduk sebagai presiden direktur di perusahaan tersebut, DNR Corporation juga memiliki dua direktur lainnya, yakni Garry Tanoesoedibjo dan Salvona T Situmeang.
Perseroan juga memiliki dua orang komisaris, yaitu Juliati Hadi (komisaris), dan Yohanes Agus Mulyono (komisaris independen).
Secara struktur perusahaan, PT Dosna Roha Indonesia Tbk sahamnya dimiliki oleh PT Trinity Healthcare (62,01 persen), PT Maybank Sekuritas Indonesia (18,09 persen), dan publik (19,9 persen).
Lalu, PT Dosna Roha Indonesia Tbk juga memiliki anak usaha bernama PT Dos Ni Roha yang sahamnya sebanyak 99 persen dimiliki perseroan.
Kemudian, melalui PT Dos Ni Roha, juga terdapat tiga perusahaan lainnya, yakni PT Storesend Elogistics Indonesia (100 persen), PT Dosni Roha Logistik (99 persen), dan PT Bisnis Integrasi Global (99,96 persen).
Berikutnya, lewa PT Dosni Roha Logistik ada juga perusahaan bernama PT Multi Transportasi Global (99 persen).
Profil Singkat Rudi Tanoe
Rudy Tanoe lahir pada 16 Januari 1964. ia adalah CEO dari PT Trinity Health Care (THC) sekaligus presiden direktur DNR Corporation.
THC adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum, termasuk impor-ekspor dan pengecer, terutama barang-barang farmasi, peralatan kesehatan, produk konsumer, distribusi, online trading, logistik, dan teknologi informasi yang dijalankan melalui anak perusahaannya.
Adapun, DNR Corporation adalah perusahaan yang bergerak di bidang layanan jasa distribusi, logistik, serta pengiriman barang.
Bidang-bidang yang dijalankannya meliputi perdagangan umum, termasuk impor-ekspor, hingga pengecer, terutama barang-barang farmasi, peralatan kesehatan, produk konsumer, distribusi, online trading, logistik, serta teknologi informasi.
Rudy Tanoe pun pernah dipanggil oleh majelis Hakim Pengadilan Tindakan Pidana Korupsi sebagai saksi perkara pengadaan alat kesehatan di Kementrian Kesehatan atas kasus pengadaan alkes untuk wabah flu burung pada 2006.
(Red)













