ABC NEWS – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) oleh sebagian masyarakat dan sejumlah investor dipandang skeptis.
Pernyataan tersebut dilontarkan skeptis ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin dalam rilisnya yang dikutip, Minggu (2/3).
Kata Wijayanto, “Danantara itu seperti keranjang telur emas kepunyaan rakyat. Danantara mestinya sanggup menjadi wadah telur-telur emas tersebut hingga menetas dan kebermanfaatannya kembali pada rakyat.”
Wijayanto pun bilang, “Sebenarnya ini sudah diinisiasi sejak lama. Jadi BUMN yang ada di 17 kementerian akan dikonsolidasi, namun karena krisis, hal itu tertunda.”
Komentar dia, “Sekarang momentumnya datang dan bernama Danantara. BUMN itu telur emas yang dimiliki seluruh rakyat.”
Wijayanto kembali berkata, “Nantinya, telur-telur yang saat ini masih terserak tersebut akan ditempatkan dalam satu keranjang bernama Danantara.”
Namun di balik itu semua, lanjut dia, masyarakat menjadi skeptis, termasuk investor, sebab proses yang tertutup dari akademisi dan rakyat.
Wijayanto kembali menerangkan, bukan hanya itu, dalam 10 tahun terakhir, masyarakat disibukkan dengan kasus korupsi yang nilainya begitu besar, sehingga sering dikecewakan oleh pejabat publik yang korup. Misalnya kasua Jiwasraya, Asabri, hingga Pertamina.
Komentar Wijayanto, “Masyarakat tidak ingin terjadi hal yang sama, yaitu adanya korupsi. Termasuk para investor yang skeptis.”
Dia melanjutkan, “Kinerja Jakarta Composite Index merupakan yang terburuk dari indeks utama dunia dan Asia. Lihat saja, dalam satu hari dan satu minggu rerata turun 3,31 persen dan 7,83 persen, yang terburuk dari 15 indeks.”
Menurut Wijayanto, penurunan indeks harga saham BUMN jauh lebih tinggi daripada JCI, di mana kehadiran Danantara diduga sebagai salah satu faktor utama.
Ungkap dia, “Investor asing yang profit oriented, lanjut dia, khawatir dengan platform Danantara yang development-oriented.”
Wijayanto juga mempertanyakan perubahan mendadak korporasi menjadi bisnis. Alhasil, imbuh dia, Danantara adalah ‘kuda liar’ yang perlu diawasi sehingga tidak lepas kendali.
Tegas Wijayanto. “Dari DNA (deoxyribonucleic acid/informasi genetik yang menentukan sifat dan ciri) menuju DNA korporasi, pengambilan keputusan menggunakan prinsip-prinsip bisnis dan kerugian BUMN bukan merupakan kerugian negara. Hati-hati melepas kuda liar dari kandang.”
(Red)