ABC NEWS – Unit usaha PT Harum Energy Tbk yang bernama PT Position, diduga telah telah melakukan tindak pidana di bidang kehutanan, sebagaimana dimaksud dalam UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Ternate, Maluku Utara, Rabu (23/4).
Kata dia, “PT Position juga diduga telah melakukan tindak pidana di bidang pertambangan sebagaimana dimaksud dalam UU No 3/2020 tentang Perubahan Atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang terjadi di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.”
Laman resmi perusahaan menunjukan, PT Position bergerak di sektor pertambangan bijih nikel dan mulai beroperasi pada 2024.
PT Position adalah pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang berlokasi di Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, dengan luasan konsesi sekitar 4.017 hektare (ha).

PT Position adalah salah entitas anak tidak langsung yang dimiliki Harum Energy. Saham mayoritas PT Position sebesar 51 persen dimiliki oleh PT Tanito Harum Nickel.
Yusri Usman bilang, “Dugaan tindak pidana itu kami yakini dilakukan dengan cara memasuki kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di dalam areal IUP Operasi Produksi PT Wana Kencana Mineral (WKM) tanpa izin.”
“PT Position diduga melakukan pembukaan tutupan hutan tanpa izin, hingga melakukan penggalian dan pengangkutan bijih nikel yang merupakan cadangan nikel milik negara yang berada di IUP PT WKM,” imbuh dia.

Yusri menjelaskan, menurut keterangan yang diperolehnya, tim engineering PT WKM pada 12 Februari 2025 menemukan ada bukaan lahan yang diduga dilakukan oleh PT Position tanpa sepengetahuan PT WKM.
Setelah itu, lanjut Yusri, pada 13 Februari 2025, dilakukan pertemuan koordinasi antara tim PT WKM dan tim PT Position. Pertemuan menghasilkan kesepakatan akan diadakan join inspection antara PT WKM dan PT Position.
Yusri berkata, “Tak lama kemudian, pada 16 Februari 2025, dilakukan inspeksi oleh tim PT WKM bersama personel Brimob. Namun, PT Position menarik diri dari kesepakatan join inspection itu.”

Komentar Yusri, “Hasil join inspection itu ditemukan bukaan hutan yang dibuka pada area kawasan hutan bukan IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) PT WKM dan dalam IUP PT WKM tanpa diketahui seluas 7,3 ha yang berada pada lokasi area potensial endapan nikel laterite PT WKM seluas 73 ha.”
Kemudian, lanjut dia, pada 18 Februari 2025, PT WKM telah mengirimkan surat kepada kapolda Maluku Utara cq Direktur Reserse Kriminal Khusus perihal laporan khusus dugaan bukaan lahan dan penggalian material di kawasan hutan di dalam IUP PT WKM.
Ucap Yusro, “Kabarnya telah ditindaklanjuti oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku Utara pada 27 Februari 2025 dengan memasang police line di lokasi yang diduga telah terjadi tindak pidana bukaan lahan dan penggalian material di kawasan hutan di dalam IUP PT WKM.”

“Setelah itu, kabarnya, melalui surat 3 Maret 2025, Direktur Reskrimsus Polda Maluku Utara telah mengirimkan undangan klarifikasi kepada Mine Surveyor PT WKM Marsel Bialembang berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sp.Lidik/28/II/Ditreskrimsus Tanggal 24 Februari 2025,” ungkap Yusri.
Keterangan Yusri, pihaknya juga memperoleh informasi bahwa banyak pihak-pihak lain yang telah dipanggil oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Utara untuk klarifikasi untuk membuat terangnya kasus pidananya, termasuk dari PT Position.
“Kemudian, menurut keterangan yang juga kami peroleh, pihak PT WKM telah memasang portal kayu pada 19 Maret 2025 di lokasi yang dimaksud, tetapi pada saat itu informasinya police line yang dipasang pihak kepolisian sebelumnya sudah tidak ada, ini aneh,” jelas Yusri.

Yusri menerangkan, pada 21 April 2025, dirinya telah mendatangi lokasi dimaksud. Namun, lanjut dia, ketika sampai di lokasi yang diduga telah terjadi tindak pidana pengrusakan kawasan hutan tanpa izin, pihaknya tidak menemukan adanya police line dan portal kayu tersebut.
“Kami malah menemukan portal kayu tersebut sudah dalam kondisi berserakan dan sebagian teronggok di tanah di tepi jalan hauling,” terang dia.
Tidak jauh dari lokasi police line atau lokasi portal kayu, sekitar 50 meter, lanjut Yusri, dirinya juga melihat ada pos pengamanan yang dijaga tiga atau empat petugas sekuriti dan seorang laki-laki mengenakan pakaian dinas kepolisian.
“Di pos tersebut, kami juga melihat sepucuk senjata mirip senapan serbu terletak di atas meja kayu di samping tiga helm warna putih berlogo mirip logo PT Position,” jelas dia.
Versi Yusri, kedatangannya ke lokasi tersebut juga untuk memastikan apakah benar telah terjadi sejumlah intervensi ‘orang-orang kuat’ terhadap Polda Maluku untuk menghentikan proses dan tahapan penyelidikan dugaan tindak pidana kehutanan dan pertambangan itu.
“Ternyata memang benar TKP telah rusak. Perusakan lokasi TKP, baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja, dapat mengancam integritas bukti dan proses penyelidikan. Hal ini karena lokasi TKP merupakan tempat penting untuk mengumpulkan bukti dan mengungkap kebenaran peristiwa,” kata Yusri.
“Kami berencana akan mendiskusikan semua temuan ini kepada Bareskrim dan Kadiv Propam Mabes Polri untuk dapat atensi atas temuan kami,” ujarnya.
Dugaan ini, tegas Yusri, cukup serius, sebab konstruksi jalan yang diduga untuk hauling ore nikel PT Position dilakukan di dalam lokasi kawasan HPT yang dalam penggunaannya seharusya membutuhkan Perizinan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPHK).
Perlu diketaui, sesuai dengan PP No 23/2021 pasal 150 ayat 1, dinyatakan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan melalui mekanisme perizinan berusaha berupa PPKH yang sebelumnya dikenal sebagai IPPKH.
(Red)