ABC NEWS – PT PGN Tbk pada kuartal pertama tahun ini mengalami penurunan laba bersih yang cukup signifikan.
Mengutip laporan keuangan perseroan, Rabu (30/4), laba bersih PGN jeblok hingga 48,8 persen secara tahunan menjadi USD 62,02 juta atau setara sekitar Rp 1,04 triliun (kurs Rp 16.715).
Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, tercatat laba bersih PGN mencapai USD 121,14 juta atau setara Rp 2,02 triliun.
Adanya penurunan laba bersih PGN tersebut terlihat dari top line perseroan.
Lihat saja, pendapatan PGN naik tipis 1,81 persen secara tahunan menjadi USD 966,56 juta dari sebelumnya USD 949,33 juta.
Kontribusi utama penyumbang pendapatan perseroan masih berasal dari penjualan gas bumi, terutama kepada pelanggan industri dan komersial senilai USD 655,54 juta, serta rumah tangga sebesar USD 12,25 juta.
Pendapatan yang naik tersebut juga diikuti naiknya beban pokok pendapatan sekitar 11,98 persen secara tahunan menjadi USD 825,95 juta, dibandingkan USD 737,56 juta pada kuartal I-2024.
Kenaikan biaya tersebut jerat ikut menggerus margin keuntungan perseroan.
Di satu sisi, per akhir Maret 2025, total aset PGN tercatat sebesar USD 6,54 miliar atau Rp 109,4 triliun, naik 1,87 persen dibandingkan posisi akhir 2024 sebesar USD 6,42 miliar atau Rp 107,24 triliun.
Namun, total utang yang mesti dibayar (liabilitas) PGN juga naik tipis, dari USD 2,74 miliar atau Rp 45,87 triliun menjadi USD 2,78 miliar atau Rp 46,42 triliun.
Defisit Gas
Sisi lain, manajemen PGN juga mengungkap bahwa terjadi kekurangan pasokan atau defisit gas, dan diperkirakan akan berlangsung cukup lama hingga 2035, khususnya di wilayah Sumatera dan Jawa.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama PGN Arief S Handoko dalam Rapat Kerja Komisi XII di Jakarta, Senin (30/4).
Kata dia, “Akan kekurangan gas hingga 513 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd). Kondisi defisit ini sudah terjadi sejak 2025.”
Arief bilang, “Ini dipengaruhi atau disebabkan utamanya karena penurunan natural atau natural declining dari pemasok yang belum dapat diimbangi dengan temuan cadangan dan produksi dari lapangan gas bumi baru.”
Penjelasan Arief, pada periode tersebut penurunan produksi dan pasokan secara rinci akan terjadi di beberapa daerah, seperti Sumatera Utara, Sumatera bagian selatan, Jawa Barat, serta Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Keterangan Arief, “Profil gas balance PGN periode 2025 sampai 2035 mengalami tren penurunan.”
Dia melanjutkan, “Di sini yang akan sedikit lebih mengkhawatirkan di mana sejak 2025 short dari gas balance kami, dari 2025 sampai ke 2035 itu shortage-nya semakin membesar sampai minus 513 (MMscfd).”
Kemudian, di Sumatera bagian utara, defisit pasokan gas diperkirakan mulai 2028 hingga 2035.
Komentar Arief, “Kalau kita lihat dari 2025 sampai 2035 cenderung short gas di Sumatera bagian utara dan tengah ini turun sejak di 2028.”
Imbuh dia, “Jadi kalau kita lihat sejak 2028 ke 2035 shortage sampai ke 96 MMscfd.”
(Red)