ABC NEWS – Adanya pemotongan anggaran di Kementerian Koperasi bukan menjadi penghambat pelaksanaan sejumlah prpgram ke depannya.
Hal itu diungkapkan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (12/2).
Kata Budi Arie, “Program Kementerian Koperasi harus tepat sasaran. Langkah efisiensi itu untuk melakukan perencanaan-perencanaan sehingga tidak over budget.”
Dia juga bilang, “Efisiensi itu cara, sedangkan untuk tujuan harus tetap efektif. Jadi, antara efisiensi dan efektifitas itu dua hal yang berbeda.”
Komentar Budi Arie, “Kalau untuk rakyat harus efektif. Maka, usulannya adalah tepat sasaran.”
Seperti diketahui, Kementerian Koperasi juga mengalami pemangkasan anggaran sebesar Rp 155 milir dari pagu semula Rp 473, miliar.
DI sisi lain, adanya pemangkasan anggaran tersebut akan berdampak terhadap nasib 1.235 Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL).
Budi Arie berkata, “Jadi ada 1.235 Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan nanti akan kami reformulasikan. Karena itu pasti akan terganggu.”
Berdasarkan keterangan dia, ribuan PPKL itu termasuk dalam komponen anggaran pengadaaan barang dan jasa yang mengalami pemangkasan.
Namun, Budi Arie tidak gamblang mengatakan bahwa dampak itu berupa pemberhentian hubungan kerja (PHK).
Menyikapi hal itu, anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka lalu meminta Budi Arie untuk memberi penegasan status kepegawaian ribuan PPKL tersebut.
Tanya Rieke, “Akibat dari efisiensi anggaran ada 1.235 orang yang akan quote on quote terkena PHK karena masuk dalam barang dan jasa, betul begitu Pak?”
Pertanyaan itu dijawab singkat oleh Budi Arie, “Iya betul.”
Tapi, seusai rapat Budi Arie menerangkan bahwa PPKL masuk ke dalam skema barang dan jasa.
Jelas dia, “Mungkin nanti kita sesuaikan misalnya sarjana penggerak koperasi atau apa. Ya nantilah.”
Namun, terlepas dari soal pemotongan anggaran dan PPKL, ada sejumlah isu besar terkait koperasi yang harus diselesaika,
Misalnya. soal regulasi perkoperasian yang sudah kurang relevan dengan kondisi saat ini.
Keterangan Budi Arie, ada sekitar 22 regulasi yang menghambat pengembangan koperasi di Indonesia.
Kata dia, “UU 25/1992 tentang Perkoperasian sudah harus direvisi. Selain itu, banyak aspek regulasi yang juga harus kita bereskan.”
Selanjutnya, koperasi belum menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia, di mana belum menjadi mainstream ekonomi.
Lalu, kompetensi SDM koperasi yang masih perlu regenerasi dalam pengelola koperasi.
Berikutnya, masih rendahnya kemampuan koperasi dalam adaptasi dan inovasi digital.
Kemudian, terbatasnya akses pendanaan dan nilai tambah produk.
Terakhir, rendahnya kumulatif aset koperasi dan kontribusi koperasi pada perekonomian nasional.
(Red)